Babel, LKNWahana Linkungan Hidup(Walhi) Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung(Babel) tegaskan PT.Koba Tin masih memiliki tanggung jawab terhadap
kerusakan lingkungan hidup paska tambang. Selain itu, Walhi Babel juga
tekankan agar PT.Koba Tin jangan coba-coba menjual asset tanpa
sepengetahuan Kementrian Energi Sumber Daya Mineral(ESDM) RI dalam status
Quo.
Retno Budi Direktur Walhi Babel
Direktur Walhi Babel, Retno budi mengatakan sejauh ini kewajiban PT.Koba
tin selaku pemegang Kontrak Karya(KK) melaksanakan kewajiban mine closure
atau pengakhiran tambang belum terealisasi dengan baik.
"Kewajiban Mine closure yang harus direalisasikan PT.Koba tin, yakni
meliputi kegiatan reklamasi, pelunasan pajak-pajak ke pemerintah,
pembayaran pesangon karyawan, pembayaran hak-hak tertinggal karyawan,
penuntasan hutang piutang hingga penghapusan asset yang diketahui oleh
Pemerintah RI mengingat PT.Koba Tin merupakan Penanam Modal
Asing(PMA)," jelasnya
Point-point kewajiban mine closure tersebut, kata Retno.
Tidak ada satu
yang terealisasi dengan baik setelah belakangan diketahui banyak karyawan
dan mitra kerja melakukan aksi demo sana-sini, menuntut hak nya ke PT.Koba
tin. Belum lagi berbicara masalah pajak, pengahapusan asset hingga
reklamasi.
"Khusus kerusakan lingkungan, kami melihat wilayah kerja tambang di bemban
hingga kepoh tidak ada aktifitas reklamasi sama sekali. Lubang mengangah
sana-sini, dampak pengaruh radiasipun mengahntui penduduk sekitar," katanya
Sesuai UU nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara.
Diperkuat dengan UU nomor 11 tahun 1967 tentang kentuan pokok pertambangan
pasal 30 mencamtumkan kewajiban pemegang izin tambang untuk melakukan
reklamasi pasca pertambangan.
"Dalam aturan itu juga dinyatakan bahwa reklamasi areal bekas tambang harus
dilakukan secepatnya sesuai dengan rencana dan persyaratan yang telah
ditetapkan. Reklamasipun dinyatakan selesai usai mendapatkan persetujuan
dari Kementrian ESDM," ungkapnya.
Dalam aturan tersebut juga di tekankan bahwa aktifitas mine closure
tersebut harus dilaksanakan sejak tahun 2010, atau tiga tahun sebelum
Kontrak Karya(KK) berakhir di tahun 2013 kemarin.
"Aktifitas mine clousure juga harus dilakukan berkala hingga semuanya
tuntas," katanya
Terkait pemotongan besi smelter dan pengangkutan isinya oleh pihak ketiga
atau pengusaha besar di koba. Retno budi menegaskan bahwa aktifitas
tersebut terindikasi mengancam adanya kerusakan lingkungan, lalu kerugian
sosial bagi penduduk sekitar.
"Kegiatan apapun itu, apalagi ada gangguan lingkungan hidup harus memiliki
izin lingkungan dari pemerintah setempat. Izin tersebut juga menjadi dasar
yang menjamin kerusakan lingkungan, termasuk keberlangsungan mahluk hidup
area setempat," katanya
Retno sependapat, bahwa aktifitas pembongkaran smelter ditengah pemukiman
penduduk rentan menimbulkan gangguan, terutama kesehatan.
"Ambang batas kelayakan udarapun harus di kaji. Jangan sampai melalui udara
tersebut, masyarakat mengidap berbagai penyakit hingga menyebabkan
kematian. Mengingat yang dibongkar merupakan logam berat dan mengandung
mineral, hingga berpotensi menimbulkan dampak radiasi," katanya
Kepada pihak ketiga, ia juga mengingatkan bahwa semua aktifitas berhubungan
dengan lingkungan, ada aturan main.
Pihak ketiga pun memiliki tanggung atas
kerusakan lingkungan di kabupaten Bangka Tengah dan Bangka Selatan.
Terutama pihak ketiga yang bermitra melakukan penambangan timah diwilayah
kerja kepoh kemingking.
"Jangan semaunya saja beraktifitas. Apalagi aktifitas tersebut diduga
Illegal," ungkapnya
Jika masyarakat merasa dirugikan, atas aktifitas pembongkaran smelter
tersebut.
Retno meminta masyarakat kota koba membuat laporan resmi ke
Kementrian ESDM serta kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK) RI.
"Laporkan saja. Kami siap memfasilitasinya," tegas Retno.
*(Syamsul Bahri)