Ende, bhayangkarautama.com
Proses pengangkutan dan pembongkaran batu bara melalui Jetty di Desa Keliwumbu, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, Flores, Provinsi NTT, menuju kawasan Perusahan Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ropa yang dilaksanakan oleh PT. Adi Guna Putra (AGP), yang diduga belum dan atau tidak mengantongi ijin resmi, mendapat reaksi keras dari penanggungjawab perusahaan, PT. Rasyid Putra Mando, Jhony Rasyid.
Ditemui di kantornya, Jhony Rasyid menegaskan, pihaknya selaku perusahaan yang menang tender dan melakukan proses bongkar muat batu bara untuk keperluan PLTU Ropa selama ini sebelum dilakukan oleh PT. AGP tersebut, perusahaanya sudah lama sebagai kontraktor lokal pelaksana bongkar muat batu bara yang memiliki Surat Ijin Usaha Perusahaan Bongkar Muat (SIUPBM) resmi yang beroperasi di wilayah Kabupaten Ende selama ini.
“Perusahaan kami telah melaksanakan atau melakukan pekerjaan bongkar muat batu bara dan melalui prosedur yang resmi. Dalam melaksanakan proses bongkar muat tersebut saat itu, hanya ijin Jetty yang menjadi persoalan waktu itu. Dari awal mula Jetty memang tidak memiliki ijin resmi, dan kami mengkaji kembali dengan pihak-pihak terkait, namun kami bersepakat waktu itu untuk tidak mengenyampingkan kebutuhan listrik untuk masyarakat,” papar Jhony seraya menambahkan, dirinya baru tahu lewat pemberitaan di media online kalau Perusahaan PT. Adi Guna Putra yang melaksanakan bongkar muat batu bara saat ini tidak memiliki ijin resmi.
Penanggung jawab PT. Rasyid Putra Mando, kepada media ini di Ende, Senin (20/3/2023) menegaskan, “Masalah ijin yang sekarang digunakan untuk bongkar muat, baik itu menyangkut Jetty dan PT. AGP sama-sama tidak memiliki ijin. Sebenarnya ini ada apa?”.
Lanjut Jhony Rasyid, dalam aturannya, perusahaan PLTU itu dibangun juga satu kesatuan bersama Jetty sebagai tempat pendaratan untuk bongkar muat batu bara.
Lalu mengapa pihak PLTU tidak membangun Jetty yang sudah ditentukan titik atau garis pantainya oleh Dirjen Perhubungan saat itu yang berada di sekitar areal atau lokasi PLTU itu dan ada anggarannya.
“Lalu pertanyaan kita, dimana anggaran untuk membangun Jetty?. Apakah uang tersebut dikembalikan ke negara?,” tanya Jhony Rasyid heran.
Lanjut Jhony, ketika pihak PLTU melakukan tender ulang beberapa waktu lalu, perusahaannya juga ikut tender tersebut bersama PT. AGP, namun dimenangkan oleh PT. AGP selaku pihak ketiga.
“Perusahaan yang kontrak kerja dengan PLTU untuk mensuplai batu bara dan perusahaan kami dinyatakan kalah dalam proses tender tersebut. Lalu, mengapa tender dimenangkan oleh PT. AGP, sementara PT. AGP sendiri bukan perusahan bongkar muat, karena tidak memiliki SIUPBM-nya, tetapi dimenangkan dalam proses tender tersebut,” ungkap Jhony heran.
Ketika ditanya media ini mengapa pihak PLTU Ropa tidak memiliki Jetty sendiri untuk membongkar batu bara yang akan digunakan oleh PLTU, Jhony menjelaskan, ada aturannya. Dimana ada PLTU itu didirikan, maka disitu ada pelabuhan Jetty-nya. PLTU dan Jetty merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
“Setahu saya, bahwa ada ijin untuk Jetty saat itu, tetapi tidak dibangun atau belum dibangun oleh pihak PLTU Ropa,” terangnya.
“Harapan saya untuk saat ini PLTU tetap beroperasi dan pasokan batu bara tetap ada, sehingga masyarakat bisa terlayani pasokan listriknya,” harapnya.
“Terkait dengan persoalan ijin Jetty yang diangkat oleh teman-teman media, saat ini kita berharap kepada pihak PLTU Ropa maupun PT. Adi Guna Putra selaku pihak yang berkontrak dengan PLTU Ropa untuk mensuplai batu bara, untuk segera mengahkiri polemik ini dengan mengkaji ulang aturan-aturan yang ada, termasuk melaksanakan Proses tender ulang yang menurut rencana dilaksanakan pada bulan April mendatang,” ungkap Jhony.
Menanggapi persoalan penggunaan Jetty yang digunakan oleh PLTU Ropa untuk bongkar muat batu bara yang diduga tidak mengantongi ijin dari Kementerian.
Jhony Rasyid kembali menegaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 50 Tahun 21 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut Pasal 75 Ayat (1) “Setiap orang yang memanfaatkan garis pantai untuk membangun fasilitas dan/atau melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang atau menaikkan dan menurunkan penumpang untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan di Pelabuhan, Terminal Khusus, (Tersus), dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri (Tuks), wajib memiliki ijin”.
”Dalam rumusan tersebut terdapat kalimat yang berbunyi “Wajib Memiliki ljin”, maka siapapun yang memanfaatkan garis pantai sebagaimana disebutkan di atas harus memiliki ijin. Jika tidak memiliki ijin maka tidak bisa melakukan aktivitas tersebut. Apabila pihak PLTU dan PT. AGP selaku pihak yang menggunakan Jetty tersebut tidak mengantongi ijin, maka hal tersebut dinilai telah melanggar Peraturan Menteri Perhubungan No. 50 tahun 2021,” jelas Jhony Rasyid.
(Tim BU)