Untuk mengangkat martabat dan moral bangsa sesuai Peraturan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor. 15 Tahun 2020 Tentang Pemberian Hak Restoraktif kepada masyarakat terkait permasalahan yang dapat diselesaikan secara kekeluargaan dengan dan musyawarah dengan tidak ada lagi timbul saling merugikan.
Sabang, Aceh | Peraturan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor. 15 Tahun 2020 Tentang Pemberian Hak Restoraktif (Penghentian Proses Hukum) tersebut sangat membantu masyarakat dalam proses hukum yang dijalani dimana dalam kasus-kasus kecil yang dihadapi masyarakat tidak harus dilanjutkan menghadapi meja hijau tetapi bisa diselesaikan secara damai.
“Hak yang kita berikan kepada masyarakat itu bukan dari sebuah kehendak kami dan pelaku, tetapi amanah Peraturan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor. 15 tahun 2020 tentang pemberian hak restoraktif bagi warga negara republik indonesia”, ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Sabang, Choirun Parapat,SH, MH, kepada Bhayangkara Utama.com, Kamis lalu.
Kajari Sabang mengatakan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sabang yang terletak di pulau perbatasan ujung barat Indonesia atau pulau Nol Kilometer Indonesia, harus menjadi lembaga penindakan hukum terbaik dan teladan dalam menjalankan fungsinya.
Maka penyelasikan kasus yang ditangani Kejari Sabang seperti kasus penipuan yang dilakukan oleh seorang ibu, berdasarkan Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 kasus tersebut dapat diselesaikan dengan cara damai dan saling tidak dirugikan.
Sehingga, korban dapat menerima penyelesaian dengan mengembalikan kerugian yang diderita korban dan memaafkan perbuatan pelaku oleh korban itu sendiri dan ini menjadi contoh bahwa kasus seperti ini dapat dihentikan.
Tentunya hal itu bisa berjalan setelah sebelumnya pihak Kejari Sabang, melakukan pendekatan restorative justice, dengen tetap melibatkan warga masyarakat sebagai pengawasan dalam proses penyelesaiannya.
“Artinya, dengan kita libatkan warga masyarakat pelaku kiranya sadar akan hukum yang dihadapi, sehingga benar-benar timbul penyesalan dan berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatan yang sama. Dan penyelesaian perdamaian itu menjadi sebuah catatan kejaksaan selamanya”, kata Kajari Sabang.
Jaksa terbaik yang sebelumnya tugas di Kejari Jakarta Utara ini berharap, Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020 kiranya dapat meminimalisir pengeluaran negara dalam menangani kasus-kasus kecil dilingkungan masyarakat.
Pasalnya, anggaran yang dikeluarkan negara dalam sebuah kasus tidak sedikit seperti biaya keperluan pemeriksaan lanjutan, persidangan, biaya ketika terdakwa telah diputuskan hukuman dan biaya-biaya lainnya.
“Untuk mengefesiensi uang negara peraturan kejaksaan no. 15 ini sangat efektif dimana kedua belah pihak antara pelaku dan korban dapat menempuh jalan perdamaian. Maka, kepada masyarakat diharapkan supaya jika terjadi hal-hal seperti itu tidak perlu berlarut-larut untuk saling menyalahkan tetapi cukup dengan musyawarah penyelesaiannya dengan dimotori kejaksaan”, paparnya.
Untuk itu tambah Kajari Sabang, dari pulau Nol Kilometer kasus-kasus serupa kiranya dapat juga diikuti saudara-saudara lain dimana pun berada dalam penyelesaian dengan cara berdamai dan saling tidak dirugikan. Apalagi, kita orang timur kedepankan lah norma-norma persaudaraan.
“Kita kan orang timur kalau ada selisih paham atau terlibat dalam kasus yang kecil-kecil jangan sampai harus ke meja hijau lah, mari kita selesaikan secara kekeluargaan tentunya kerugian orang akibat kita kembalikan saja,” pinta Choirun Parapat,SH,MH. (Kaperwil Aceh).