Banda Aceh, NAD
Diduga sejumlah oknum mahasiswa telah menodai dan mencemari keislaman bumi Aceh, dengan sengaja melakukan konser dan berdisko ria disaat umat islam kota Banda Aceh melaksanakan ibadah puasa pada Bulan Suci Ramadhan, maka Pemuda Aceh meminta kepada Kepolisian agar, pelakunya diusut sampai keakar-akarnya.
Dimana puluhan muda-mudi yang diduga didalamnya terlibat oknum mahasiswa menjadi sorotan masyarakat Aceh di media sosial, pasca beredarnya video sekelompok orang yang berdisko ria secara saat live music di salah satu Cafe di kawasan Peunayong, Kota Banda Aceh, Rabu malam lalu.
Mereka juga dikabarkan selain mengabaikan Protokol Kesehatan (Protkes) Covid-19 dan terlihat bersemangat berjingkrak-jingkrak ala disko di ruang diskotik, tanpa menghiraukan bahwa umat Islam sedang melaksanakan ibadah puasa.
Menurut Sulthan Alfaraby, dirinya selaku pemerhatikan kehidupan masyarakat Aceh, kegiatan tersebut diketahui merupakan Konser Amal untuk korban bencana Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diselenggarakan oleh perkumpulan mahasiswa dari salah satu universitas di Banda Aceh.
Selain menyebabkan keramaian ditengah meningkatnya kasus Covid-19, acara ini juga dianggap tidak menghargai Bulan Suci Ramadan. Bahkan, dari pemberitaan yang beredar, aksi itu dilakukan saat umat islam sedang bertadarus Alquran di masjid salah satunya berdekatan dengan konser dimaksud.
Bahkan, berbagai kalangan ikut menilai kegiatan tersebut tidaklah layak dilakukan oleh mahasiswa di wilayah yang mempunyai aturan syariat Islam.
Maka itu, Sulthan Alfaraby menilai bahwa aksi itu sangat memalukan. Bahkan menurutnya identitas mahasiswa Aceh hampir lenyap.
“Saya menilai aksi ini sungguh memalukan identitas mahasiswa Aceh. Harusnya, mahasiswa ikut menjadi agent of control di tengah masyarakat, bukan malah menjadi ‘agen kerusuhan’, apalagi di tengah pandemi sekaligus bulan suci Ramadhan. Identitas dan marwah mahasiswa Aceh bisa-bisa akan lenyap jika ini terulang lagi,” ujarnya, Jumat (23/04/2021).
Selain itu, dia juga menambahkan bahwa membantu orang yang terkena musibah bisa dilakukan dengan beragam cara dan tidak menimbulkan risiko besar di tengah bulan suci Ramadhan, seperti saat konser ini. Apalagi, mahasiswa adalah orang yang punya beragam ide kreatif.
“Delapan tahun lalu, saya adalah seorang yang bergerak di bidang musik. Kami juga galang dana untuk korban bencana. Tapi saat Ramadhan, kami tidak buat konser, melainkan menyewakan alat-alat musik, turun ke jalan dan masih banyak lagi. Orang senang lihat kita membantu, kita juga senang lihat orang lain yang menghargai usaha kita. Mahasiswa harus banyak ide kreatif dan membaca kondisi,” terangnya.
Terakhir, penulis buku ini juga meminta kepada Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh dan pihak kepolisian, agar menuntaskan kasus ini. Menurutnya, pihak kampus harus ikut bertanggungjawab karena acara ini harusnya diketahui dan bisa dipertanggungjawabkan oleh mereka.
“Pemko Banda Aceh dan kepolisian harus menuntaskan kasus ini agar tak menjadi ‘penyakit’ kedepan. Pihak kampus juga harus bertanggungjawab karena acara ini harusnya diketahui pihak kampus sebelumnya dan harus bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sampai karena sekelompok mahasiswa itu, usaha orang lain yang rugi karena cafe disegel. Ini kasihan sekali,” tutupnya. (Jalaluddin Zky)