Jakarta, bhayangkarautama.com -
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto membantah menerima suap tambang ilegal di Kalimantan Timur, sebagaimana dibenarkan Eks Karo Paminal Divisi Propam Hendra Kurniawan dan Eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.
Agus menilai, tudingan tersebut tidak memiliki bukti yang cukup. Ia pun menyinggung kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang menurutnya sempat ditutupi eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo Cs.
“Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup, maklum lah kasus almarhum Brigadir Yoshua aja mereka tutup-tutupi”, ujar Agus lewat keterangan tertulisnya, Jumat (25/11/2022).
1. Kabareskrim singgung Perkara Kematian Brigadir J yang penuh Rekayasa
Agus menjelaskan, Bareskrim dalam mengusut kasus kematian Brigadir J adalah sesuai fakta, rekomendasi Komnas HAM dan Timsus hingga tuntutan masyarakat yang sudah menjadi atensi Presiden Joko “Jokowi” Widodo kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
“Saya mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaan saya kepada Alloh SWT, arahan Bapak Presiden kepada Kapolri dan tuntutan masyarakat yang sedimikian cerdas,” sambung mantan Kapolda Sumut ini.
Ia kemudian kembali menyinggung kasus kematian Brigadir J yang penuh rekayasa dan tekanan, sehingga BAP beberapa saksi dan tersangka pun direkayasa.
“Liat saja BAP awal seluruh tersangka pembunuhan alm. Brigadir Yoshua, dan teranyar kasus yang menjerat IJP TM yang belakangan mencabut BAP juga,” ujar Komjen Agus.
“Orang baik itu orang yang belum dibukakan Alloh SWT aibnya, doakan yang baik-baik saja mereka yang saat ini sedang mempertanggungjawabkan perbuatan mereka sendiri secara sadar,” ujar dia.
2. Kabareskrim tuding Sambo dan Hendra terima suap Ismail Bolong
Sebelumnya, Kabareskrim menuding Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan yang menerima suap dari Ismail Bolong dengan tidak meneruskan perkara.
“Jangan-jangan mereka yang terima dengan tidak teruskan masalah, lempar batu untuk alihkan isu,” kata Agus saat dikonfirmasi, Jumat (25/11/2022).
“Tanya ke angkatan di jajaran kelakuan HK dan FS,” imbuhnya.
Agus menjelaskan, jika tudingan terhadap dirinya soal suap itu benar adanya, lalu mengapa Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan tidak menindak semua nama yang tertera dalam laporan hasil penyelidikan (LHP).
“Kenapa kok dilepas sama mereka kalau waktu itu benar,” ujar Agus.
Menurutnya, keterangan dalam laporan itu tak membuktikan memang ada keterlibatannya di balik kasus Ismail Bolong tersebut.
“Keterangan saja tidak cukup,” ujar Agus.
Agus menyebut Ismail Bolong dalam video yang beredar pun sudah meluruskan bila tidak ada keterlibatannya. Sebab, pengakuan yang menyebut Kabareskrim menerima suap terpaksa diucapkan karena ada intimidasi.
“Apalagi sudah diklarifikasi karena dipaksa,” ungkapnya.
3. Hendra Kurniawan dan Ferdy Sambo akui Kabareskrim terlibat
Hendra Kurniawan juga mengakui adanya keterlibatan Kabareskrim Polri yang menerima setoran uang koordinasi tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Adapun, penerimaan setoran uang koordinasi itu berdasarkan laporan hasil penyelidikan (LHP) dengan nomor R/ND-137/III/WAS.2.4/2022/Ropaminal, tertanggal 18 Maret 2022 yang dilaporkan Hendra Kurniawan ke Ferdy Sambo.
Lalu, LHP dengan R/1253/IV/WAS.2.4/2022/DivPropam tertanggal 7 April 2022 yang dilaporkan Ferdy Sambo ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Yakan sesuai faktanya begitu (Kabareskrim diduga terima suap tambang ilegal),” ujar Hendra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/11/2022).
Dalam LHP yang dilaporkan Ferdy Sambo ke Kapolri, tertera nama Kabareskrim Polri Komjen Agus yang disebut menerima uang koordinasi Ismail Bolong senilai Rp2 miliar setiap bulannya.
Pemberian uang pun disebut menggunakan mata uang asing atau dolar Singapura. Kemudian, dilakukan secara bertahap pada Oktober hingga Desember.
Bahkan, pada poin H, tertulis Ismail Bolong juga memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak tiga kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.
Hendra pun menyebut data-data yang tertuang pada LHP tersebut merupakan hasil penyelidikan yang dilakukannya. Termasuk hasil pemeriksaan oknum Polri dan Ismail Bolong. (red)