Tarutung, Sumut
Bupati Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) Drs. Nikson Nababan menjadi perbincangan di media sosial, setelah Kementerian Dalam Negeri melalui Dirjen Otonomi Daerah (Otda) mengeluarkan surat No 355/8034/OTDA tertanggal 8 Desember 2021, yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara, dengan sifat penting, perihal tindak lanjut dan klarifikasi.
Dalam surat tersebut dituliskan, berdasarkan ketentuan pasal 91(2) huruf b Undang Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diminta Kepada Gubernur Sumatera Utara untuk melakukan fasilitas dan klarifikasi terkait permasalahan yang dilaporkan oleh Prof. Yusuf Leonard Henuk, MRur Sc., PhD., terkait dugaan pemalsuan pemakaian gelar palsu Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan, serta melaporkan pelaksaannya kepada Mendagri cq Dirjen Otda.
Menanggapi perkembangan itu, Prof. Yusuf Leonard Henuk ketika dikonfirmasi awak media, Selasa (14/12/2021) mengatakan, dirinya sudah mempunyai bukti kuat terkait dugaan pemakaian gelar palsu Nikson Nababan.
“Saya sudah mendapatkan buku wisuda Strata - 1 dan Diploma - 3 periode Juni 1995 dan buku wisuda Diploma - 3 dan Strata - 1, Selasa 7 Januari 1996, dari Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD Yogyakarta,” ungkapnya.
Direktur Pasca Sarjana di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Tarutung ini juga menambahkan, setelah dibaca dan dilihat buku wisuda tersebut, tidak ada biodata wisudawan atas nama Nikson Nababan.
“Setiap mahasiswa dan mahasiswi ketika wisuda pasti mempunyai buku memory atau kenang-kenangan, sehingga kedepan, mahasiswa/mahasiswi tersebut dapat melihat kembali biodata teman-temannya,” bebernya.
Viralnya pemberitaan dugaan gelar palsu Nikson Nababan membuat praktisi hukum Hans Alexander Simanjuntak, SH., geram. Dirinya meminta kepada penegak hukum, secara khusus Kapolri agar memerintahkan anggotanya untuk mengusut tuntas persoalan ini.
“Kepada Bapak Mendagri dan Bapak Kapolri mohon kiranya membentuk tim khusus dalam mengusut dugaan gelar palsu yang dipakai Bupati Kabupaten Taput Drs. Nikson Nababan, sesuai dengan aturan hukum yang ada,” pintanya.
Dirinya mengatakan, dalam peraturan perundang-undangan diatur larangan mengenai gelar yang digunakan tanpa hak oleh seseorang, hal ini sesuai dalam rumusan Pasal 28 ayat (7) Undang- undang No 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi yang berbunyi “Perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, dan/ atau gelar profesi”.
“Sanksi hukum pidana juga menanti bagi setiap orang yang menggunakan gelar akademik secara tanpa hak, pemberian sanksi pidana penjara dan denda diatur dalam Pasal 93 Undang- undang No 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, dapat dikenakan sanksi dengan pidana penjara selama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar,” terangnya.
Terpisah, Bupati Tapanuli Utara ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp dan telepon selulernya, sekitar pukul 12.36 WIB, Selasa (14/12/2021) sampai berita ini dikirm ke redaksi belum ada jawaban.
Sebelumnya Prof. Henuk membuat surat/laporan terbuka yang disampaikannnya ke Polres Taput tanggal 26 April 2021 lalu, namun setelah hasil gelar perkara tidak bisa dilanjutkan akibat bukti yang tidak cukup.
Selanjutnya pada tanggal 20 Mei 2021, Prof. Henuk mengirimkan surat kepada beberapa instansi, salah satunya Mendagri. Surat tersebut pada intinya meminta Menteri Dalam Negeri menindaklanjuti temuan pelapor terkait dugaan pemalsuan gelar Drs.
Menurut pelapor, dugaan pemalsuan gelar Drs oleh Nikson Nababan dalam Pemilihan Umum Bupati/Wakil Bupati Tapanuli Utara Tahun 2018, karena adanya ketidaksesuaian antara ijazah yang bersangkutan dari Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta, S1 Jurusan Ilmu Komunikasi Program Study Ilmu Penerangan. Sementara tertanggal 17 Desember 1995, keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 036/u/1993 ditiadakan.
Adapun gelar sebelumnya yang dicantumkan oleh Nikson Nababan saat menjabat pimpinan redaksi Majalah Bonanipinasa pada tanggal 1 Juli 2002 sampai dengan 31 Juli 2003 adalah S.Sos. (red)