Ende, NTT
Kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ropa di Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT ), harus memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sesuai dengan semboyannya, Ropa Andalan, Handal dan Aman untuk Flores.
PLTU Ropa harus ikut berperan dalam meningkatkan kehidupan masyarakat. PLTU Ropa juga harus tetap memperhatikan sistem manajemen serta pengelolaan limbah sesuai standar dan aturan yang berlaku. Kondisi ini sangat penting agar masyarakat sekitar PLTU Ropa tidak mengalami dampak negatif dari aktifitas PLTU Ropa.
Penegasan tersebut disampaikan anggota DPR RI Komisi IV, saat mengunjungi PLTU Ropa saat reses belum lama ini.
“Tadi saya mendengar paparan berkaitan sistim kerja dan sistim Pengelolaan limbah yang dihasilkan. Ada satu poin penting dimana pengelolaan limbah kini mulai diarahkan untuk mengembangkan ekonomi produktif masyarakat. Namun perlu diingat pengelolaan limbah harus memenuhi standar baku yang telah ditetapkan”, ungkap Julie.
Ia mengatakan kehadiran PLTU Ropa harus bisa membawa perubahan pola hidup dan perekonomian masyarakat.
“Saya melihat ada hal positif dari program pengolahan limbah menjadi batako. Ini akan meningkatkan perekonomian masyarakat dan pola hidup masyarakat. Yang paling penting itu, PLTU Ropa harus melibatkan komponen masyarakat untuk berpartisipasi. Untuk membangun NTT harus ada terobosan dan kebijakan yang pro rakyat dengan tidak meninggalkan dampak negatif bagi masyarakat. Soal kritik berkaitan dengan keberadaan dan aktifitas PLTU Ropa, harus dipandang sebagai hal positif untuk terus berbenah menjadi lebih baik. Kita akan fasilitasi berbagai pihak untuk datang menyaksikan aktifitas dari dekat sampai pada proses pengelolaan limbah”, tutur Julie.
Julie Laiskodat juga memantau langsung kebijakan dam strategi pengelohan limbah dalam mendukung upaya kelestarian lingkungan.
Ia mengapresiasi kebijakan pengelolaan limbah di PLTU Ropa yang telah memenuhi syarat -syarat penģujian yang dilakukan lemaga independen, termasuk pengelolaan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) sebagai bahan baku pembuatan batako.
“Tempat ini menjadi perhatian nasional dan dunia dalam menyuplai sumber tenaga listrik. Kita terus mendorong PLN untuk terus berinovasi, termasuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan limbah. Jadi jangan bawa kepentingan pribadi di PLN. Kita harus berpihak pada kepentingan rakyat NTT”, tegas Julie.
Terpisah, Kepala PLN UPT Flores, Lambok Siregar, berjanji untuk melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan FABA.
Menurut Siregar, hingga November tahun 2020, manajemen PLTU Ropa telah mengelola Fly Ash dan Bottom Ash ( FABA). Selanjutnya pihak manajemen telah berdiskusi dengan pemerintah Kabupaten Ende, agar selanjutnya pengelolaan FABA dapat dilakukan oleh masyarakat melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Anggota Komisi IV DPR RI, Julie Sutrisno Laiskodat, mengapresiasi PLN yang telah melakukan inovasi dengan Co-Firing di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ropa 2 x 7 Megawatt (MW).
“Ternyata PLN tidak hanya urus listrik. Keberadaan PLTU selain masyarakat butuh listrik, PLN dan Pemerintah melihat banyak potensi di daratan Flores, khususnya sekitar PLTU Ropa”, tutur Julie.
Dalam program Co-Firing di PLTU Ropa, PLN mengganti bahan bakar batubara dengan biomass yang diperoleh dari TOSS (Tempat Olahan Sampah Setempat).
Program Co-Firing merupakan bagian dari semangat pilar “green” dalam transformasi PLN. Co-Firing merupakan sebuah teknologi substitusi batubara dengan energi terbarukan pada rasio tertentu, yang tetap memperhatikan kualitas bahan bakar sesuai spesifikasi teknis.
“Kami terus mendorong penggunaan EBT, demi menyediakan listrik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan”, ucap GM. PLN Unit Induk Wilayah NTT, Agustinus Jatmiko.
PLN juga berharap, program ini dapat memberdayakan masyarakat, khususnya untuk memproduksi bahan bakar biomass.
“Harapan kami, biomass ini dapat diproduksi disekitar PLTU Ropa, menggunakan bahan baku dari TOSS yang potensinya sangat besar, serta dapat memberdayakan masyarakat dalam mengelola sampah menjadi sumber energi yang dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga”, tutup Jatmiko.
Selain melakukan Co-Firing PLTU, PLN juga melakukan inovasi dengan mengembangkan pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) menjadi batako, paving block dan produk bahan konstruksi ringan lainnya.
Alexander Mari Pasopande, salah seorang tokoh masyarakat di lingkungan PLTU Ropa, mengungkapkan bahwa keberadaan PLTU Ropa memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitar PLTU, khususnya terkait pemberdayaan masyarakat.
“Sinergi antara pemerintah daerah dengan PLN untuk mendorong sirkulasi ekonomi masyarakat, dimana Bumdes yang merupakan UMKM menjadi tulang punggung pelaksana sinergi tersebut”, ucap Alexander. (Damianus Manans)