Lingga, Kepri
Sebagaimana Pemberitaan Media ini beberapa minggu yang lalu, dengan judul berita “Kehadiran PT. Bintan Batam Pratama, Keruk Pasir Kuarsa, Sengsarakan Warga”, sampai berita kedua ini dimediakan, sepertinya suasana di areal lokasi rencana penambangan pasir kuarsa, sepertinya tidak mempengaruhi niat perusahaan yang tetap ngotot ingin melakukan penambangan, di sekitar areal Desa Telok, Kec. Lingga Timur, Kab. Lingga, Prov. Kepri.
Padahal sudah jelas-jelas diketahui oleh pihak perusahaan, bahwa warga masyarakat Telok jelas-jelas menolak kehadiran PT. BBP, karena dimata warga kehadiran PT. BBP seperti terkesan kucing-kucingan dengan masyarakat, seperti rencana membuka areal penambangan tidak berunding dan memaparkan secara rinci, tentang rencana penambangan serta kompensasi yang jelas untuk warga dan desa yang mampu mengangkat taraf ekonomi masyarakat, ditambah lagi rencana penambangan pasir kuarsa sangat dekat dengan pemukiman tempat tinggal.
Kekesalan warga terhadap ulah PT. BBP tidak hanya sebatas menolak penambangan, lebih jauh dari itu warga secara spontanitas sempat pula melakukan pengusiran terhadap Excavator alat berat perusahaan, yang terlalu berani mencoba menggarap dan memeratakan lahan pasir, bahkan jalan desa yang dilalui alat berat perusahaan sempat pula ditutup paksa oleh warga.
Demikian dikatakan Anwar (49), bukan nama sebenarnya, warga Desa Telok beberapa waktu yang silam. Menurut Anwar, secara jujur bangga jika Desanya dilirik oleh perusahaan, karena dianggap mempunyai SDA yang mampu menguntungkan sekelompok pihak tertentu, tapi caranya bagaimana. Kita kata Negara Hukum bukan Negara Hukum Rimba, ikuti aturan ketentuan hukum yang berlaku seperti lakukan Study Kelayakan, apa perkampungan Desa Telok wajar apa tidak untuk ditambang, Perizinan yang dikantongi Perusahaan apa sudah sesuai dan mengikuti presedural tahap demi tahap, dari aturan yang ada, Dana Konpensasi untuk warga dan Desa bagaimana,” kata Anwar.
“Kami sadar dan cukup mengetahui, yang namanya penambangan pasti berdampak terhadap lingkungan, memang yang namanya dampak terhadap lingkungan dapat diminimalisir, tetapi kenyataan di lapangan, kata “Minimalisir” hanya sebatas ucapan penyejuk hati warga saja, berapa banyak penambangan di Kab. Lingga, hampir kesemuanya dampak lingkungan yang ditimbulkan tidak mampu diminimalisir, entah kemana perginya dana untuk meminimalisir dampak lingkungan tersebut, “Lalat” pun tidak tahu, ditambah lagi peran Pemerintah baik di kabupaten maupun di Provinsi, tahunya hanya sebatas pandang, lihat, dan pantau serta tengok, ada pertemuan Pemerintah dengan warga tapi tanpa solusi, jadi masyarakat mau mengadu kemana kami,” jelas Anwar.
“Saat ini ibarat anak ayam kehilangan induk,” ujar Anwar didampingi beberapa rekannya.
Lebih jauh, menurut Anwar mencontohkan, Desa Laboh, Kec. Senayang, Kab. Lingga, hingga saat ini dijadikan Penambangan Pasir Kuarsa, apa yang didapat warga masyarakat disana ? Dari hasil penambangan pasir kuarsa oleh perusahaan, banyak tanah warga yang tidak dibayar oleh perusahaan, sungguhpun sudah bersertifikat, alasan Perusahaan tanah warga tidak masuk titik koordinat dari areal penambangan, dan tanah warga bisa dibayar jika masyarakat mendatangkan BPN untuk menentukan titik koordinat lahan, emangnya mendatangkan petugas BPN tidak pakai biaya, sementara yang namanya warga, untuk makan sehari-hari saja sulit, belum lagi dana konpensasi untuk warga perbulannya, kadang ada kadang tidak.
Jadi didalam hal ini, Anwar sangat menghimbau kepada Direktur Utama PT. BBP, agar arif dan bijak didalam menyikapi permasalahan. “Rencana Pertambangan yang akan dilakukan, jangan arogan, dengan izin “Lintas Batas” yang dimiliki semua urusan dengan masyarakat selesai,” ujar Anwar.
Ditempat terpisah, Pj. Kades Telok, Marzuki, ketika dimintai komentarnya mengemukakan, “Pada dasarnya Masyarakat Desa Telok ingin kedamaian, tenang dan hidup rukun dengan aktifitas keseharian masing-masing, kenapa bisa bergejolak, dalam hal ini Pihak PT. BBP tidak perlu mencari “Kambing Hitam”, mari duduk satu meja dengan Warga, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, sepanjang semua kita arif dan bijak didalam menyikapi permasalahan,” ucap Marzuki.
Pantauan Wartawan di lapangan, didalam permasalahan ini, perusahaan diminta sedikit berlapang dada dalam menghadapi berbagai keluhan warga masyarakat, ibarat ” Menarik Rambut Didalam Tepung” Rambut Tidak Putus Tepung Tidak Berserak, dan tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, jangan arogan dengan perizinan yang telah dikantongi, jangan hanya berkedok sesuai aturan, nyatanya untuk kepentingan sekelompok pihak tertentu, sementara warga satu kampung menderita. (Tim)