Solok, Sumbar
Aplikasi Media Sosial berupa facebook, hari ini, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Segala umur dan lintas status sosial, mulai dari generasi muda sampai generasi yang tidak muda lagi, dari golongan masyarakat kelas atas sampai bawah, dari wilayah kota hingga ke pelosom negeri, dari berbagai jenis profesi, hampir semuanya telah mengenal jejaring media di ujung jari ini.
Begitu praktisnya penggunaan Medsos dan drastisnya sasaran komunikasi yang disampaikan, sampai-sampai pemerintah membatasi aktivitas pengguna medsos dengan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dengan harapan setiap pengguna medsos menjadi bijak dan bisa menempatkan media sosial sebagai sarana komunikasi yang wajar untuk membangun silaturahmi.
Kendati begitu ketatnya regulasi tentang penggunaan media sosial, baru-baru ini muncul postingan Facebook yang menghebohkan Sumatera Barat, khususnya di Kabupaten Solok, menyusul komentar yang diunggah
akun pribadi Wat Raja Umat — wat datuak kitik pado — yang menulis kalimat tak senonoh ketika merespon postingan di grup facebook Pilkada Kabupaten Solok 2020/2025.
Bermula dari postingan salah seorang pengguna akun pribadi anggota grup dengan akun Fero Afifi Putra Tanjung, pada Minggu 25 Oktober 2020, yang menulis kalimat : “urang kini Indak mamiliah pitih do. urang nyo mamiliah Bupati”.
Postingan tersebut mendapat 18 like dan 18 komentar. Rata memberi respon positif lewat kata-kata maupun imoji dan stiker.
Namun ketika akun dengan nama Amrizal Charlen memberi respon stiker bergambarkan mantan Bupati Solok, yang juga mantan Gubernur Sumbar dan sekaligus mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, sedang mengacungkan jari seolah menunjukkan angka 1, tiba-tiba akun dengan nama Wat Raja Umat langsung menulis kata-kata tak senonoh.
“Apo nan nyo tunjuak dek paja kanciang ko”, tulis pemilik akun yang kabarnya pendukung calon Bupati/Wakil Bupati Solok No urut 2 ini.
Menanggapi hal ini, Pengamat Hukum lulusan Fakultas Hukum Universiatas Andalas (Unand) Padang, D. Darwis menyebutkan, apa yang ditulis pemilik akun Wat Raja Umat itu bisa menjadi bumerang bagi dirinya.
“Hati-hati jika ingin menulis sesuatu di facebook, bisa dipidanakan. Orang terkadang kurang memperhatikan ketika ingin menulis sesuatu di facebook, kurang bersikap baik sehingga dapat menyebabkan konflik diantara sesama pengguna facebook”, papar D. Darwis.
Dikatakannya, menulis sesuatu yang menyudutkan orang lain, menyindir bahkan menghina, tentunya hal ini sangat merugikan diri sendiri, terlebih orang lain. Ingat, ulas dia, ketika seseorang salah berkata di media sosial, apalagi menyinggung perasaan orang lain, hal ini dapat dipidanakan. Misalnya dengan pasal pencemaran nama baik.
“Akhirnya, siapa yang rugi? Kalau tidak penjara, pastinya denda berupa uang yang harus dibayarkan. Jadi, berhati-hatilah dalam mengeluarkan statement”, kata D. Darwis mengingatkan.
Untuk itu, ingat dia, sebaiknya lebih berhati-hati dan bijak dalam menggunakan media sosial dan tidak menulis sesuatu sembarangan, sebab bisa dibawa ke meja hijau oleh pihak yang mungkin merasa tersinggung atas status itu.
“Ini semuanya diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 19 tahun 2016, tentang Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 ITE”, tambah D. Darwis.
Dijelaskan, pada rumusan Pasal 27 ayat (3) UU ITE disebutkan: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik Ancaman pidana jika Anda melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000, (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Namun demikian, papar D. Darwis, itu sifatnya adalah delik aduan. Artinya, delik ini hanya bisa diproses apabila ada laporan resmi dari orang yang merasa menjadi “korban” dari tulisan facebook tersebut. (Tim)