Beranda Daerah Carut Marut Kasus Tipikor Di Polda Kalbar, DPN Lidik Krimsus-RI Angkat Bicara

Carut Marut Kasus Tipikor Di Polda Kalbar, DPN Lidik Krimsus-RI Angkat Bicara

1
0

Pontianak, Kalbar

Adi Normansyah, selaku Tim Investigasi DPN Lidik Krimsus-RI Hubungan Antar Lembaga
angkat bicara terkait dugaan kasus korupsi terindikasi penyimpangan atas penyerapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat, Sabtu (5/2/2022).

Menurut Adi, dari berita-berita media cetak maupun online yang terbit terkait masalah isu-isu yang berkembang di masyarakat, dugaan adanya indikasi penyimpangan pelaksanaan dalam kegiatan proyek yang bersumber dari APBD Provinsi maupun Kabupaten, pada umumnya memang sering terjadi indikasi penyimpangan pada saat pelaksanaan kegiatan penyerapan APBD maupun APBN yang sering jadi pemberitaan.

“Sehingga menimbulkan opini yang kontrovesial dimata publik dan masyarakat yang meluas terhadap pelaku terkait, maupun instasi-instansi terkait yang melakukan proses tahapan penyerapan anggaran, hingga tutup tahun anggaran yang berlaku pada saat kegiatan dimulai,” tutur Adi.

Dan banyak penggiat Anti rasuah yang menjadi sosial kontrol terhadap pelaku kegiatan maupun terhadap instansi terkait di pemerintahan Provinsi maupun pemerintahan Kabupaten/Kota.

Adi Normansyah selaku Tim investigasi DPN Lidik Krimsus-RI Hubungan Antar Lembaga, juga melakukan hal yang sama terkait sosial kontrol di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap pelaku indikasi dugaan penyimpangan korupsi. Adi Noermansyah mengatakan, sangat mengapresiasi lembaga-lembaga independen investigasi, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak sesuai hati nurani tanpa harus mendapatkan imbalan ataupun jasa dari pemerintah, maupun Aparat Penegak Hukum (APH), dari pelaku kegiatan dalam arti melakukan pemerasan atau pungutan liar yang dilarang keras didalam aturan Undang-Undang Tindak Pindana Korupsi atau KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pindana) di Wilayah Indonesia.

Foto: Adi Normansyah, DPN Lidik Krimsus-RI Hubungan Antar Lembaga.

Adi mengingatkan, untuk semua kasus terindikasi penyimpangan atau dugaan yang sarat korupsi pengadaan barang dan jasa dibidang konstruksi maupun pengadaan barang yang dilakukan secara sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi/ Kabupaten, lelang terbuka maupun dilakukan melalui sistem penujukan langsung oleh kelompok kerja (Pokja) maupun Kelompok Pemilihan (Pokmil) dari Unit Layanan pengadaan serta Balai Pelaksanaan Pemilhan Jasa Konstruksi (BP2JK) di wilayah NKRI yang diatur dalam undang-undang yang paling tinggi dari UUD 1945, Kepres 1980 tentang pengadaan barang dan jasa, Peraturan Menteri terkait dibidangnya, serta Surat Edaran Menteri maupun Peraturan Gubernur turun ke Peraturan Walikota/Peraturan Bupati yang menjadi satu kesatuan, terkait hukum bisa dilihat dari UUD 1945 pasal 28 ayat 1 dan 2. “Pada intinya, setiap anak bangsa berhak mendapatkan kepastian hukum yang adil dan mendapatkan berkerjasama dengan pemerintah secara adil,” ungkapnya.

Ia mengatakan, untuk setiap kasus terindikasi dugaan korupsi terkait pelaksanaan kegiatan oleh penyedia jasa atau kontraktor, tidak harus semestinya dilakukan penyidikan atas dugaan indikasi penyimpangan, karena itu telah terbitnya Undang-Undang Jasa kontruksi no. 2 tahun 2017 oleh Kementerian Pekerjaan Umum Dirjen Bina Konstruksi terkait kegiatan pembangunan yang sedang berlangsung, baik pada masa pemiliharaan tidak dapat dipersoalkan oleh Aparat Peneggak Hukum (APH) Kejaksaan maupun Kepolisian Tindak Pindana Korupsi, dikarenakan belum adanya kerugian negara terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung, terkecuali ada tiga hal, yaitu adanya operasi tangkap tangan, adanya kecelakaan kerja yang menimbulkan hilangnya nyawa seseorang akibat kelalaian K3, serta adanya tindak pidana di lokasi kegiatan yang berlangsung.

“Dalam Undang-undang Jasa konstruksi tersebut juga disebutkan, jika saat proses kegiatan berlangsung ditemukan ketidaksesuaian dengan apa yang tercantum didalam kontrak, yang sesuai hukum kontrak tidaklah di pengadilan, akan tetapi menggunakan sistem Arbitrase atau penyelesaian menggunakan pihak ketiga yang didahului dengan cara konsiliasi antara kedua belah pihak,” tandasnya.

Adi Normansyah dalam hal ini mengatakan, jika terjadi kegagalan konstruksi, aparat penegak hukum tidaklah serta merta masuk dalam masalah tersebut. Menurut di dalam aturan Undang-Undang Jasa konstruksi no. 2 tahun 2017, dalam penyelesaiannya dapat dibentuk dewan oleh instansi terkait untuk mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas kegagalan konstruksi tersebut di dalam kegiatan yang sedang berlangsung atau sudah lewat masa pemeliharaan sesuai opname maupun Final Hand Over (FHO) oleh instansi-instansi terkait. “Jika ditemukan kegagalan maka dewan penilai membentuk tim ahli untuk melakukan proses hukum Tindak Pindana Korupsi didalam kegagalan konstruksi, berdasarkan Undang-Undang yang berlaku Jasa Konstruksi no. 2 tahun 2017. Serta melakukan proses hukum terhadap hasil temuan setelah dilakukan tahapan-tahapan penilaian yang selektif dan akurat,” imbuhnya.

Menurut Adi, selaku Tim Investigasi DPN Lidik Krimsus-RI, yang menjadi penggiat sosial kontrol dibidang konstruksi, juga meminta agar kita saling mengingatkan kepada rekan-rekan lembaga-lembaga anti rasuah untuk dapat memahami aturan Undang-Undang secara luas, agar tidak dijadikan alat oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk mencari keuntungan atas laporan-laporan terindikasi penyimpangan dugaan korupsi.

“Kita penggiat sosial kontrol, dapat memberikan informasi benar-benar valid, tidak hanya sekedar melihat secara visual kejadian atau laporan dari sekelompok orang masyarakat yang bisa menjadi opini yang tidak baik dimata publik, dan harus jeli mengedepankan azas praduga tak bersalah, dan tetap melakukan empat pilar sebagai dasar negara untuk membangun NKRI secara utuh dan damai,” pungkasnya. (red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here