Bogor, Jabar
Berawal dari kepemimpinan Presiden Joko Widodo periode pertama yang telah meluncurkan Program Sertifikat Gratis dengan tujuan agar masyarakatnya tidak ada lagi yang tidak mempunyai sertifikat, khususnya di golongan menengah ke bawah.
Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2021, yang sudah diatur oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bogor Dalam (SKB) 3 Menteri Nomor : 34 tahun 2017, besaran biaya yang sudah dituangkan dari ketentuannya sebesar Rp 150 ribu.
Meskipun Pemerintah telah mengembar-gemborkan biaya pembuatan PTSL itu gratis, akan tetapi fakta yang terjadi di lapangan berbeda, masih saja ada oknum perangkat desa yang memanfaatkan program ini sebagai ajang bisnis dan meraup keuntungan, bahkan sudah menjadi rahasia umum, dugaan Pungli berjamaah ini atas dasar kesepakatan bersama atau penggiringan dari Ketua Paguyuban/Apdesi.
Namun sangat disayangkan, yang mendapatkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) ini dijadikan ajang pungli. Salah satunya diduga yang dilakukan oleh para oknum perangkat Desa Cibatok Dua, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, yang masyarakatnya dikenakan biaya Rp 500 ribu sampai 750 ribu/bidang, sedangkan Desa Cibatok Dua mendapatkan kuota 5000 tapi yang sudah terdaftar baru 2000 bidang.
Dari hasil monitoring awak media saat invesigasi ke wilayah desa Cibatok dua, Kabupaten Bogor, langsung ke pihak RT dan menjelaskan bahwa nilai angka PTSL disebutkan Rp 500 ribu sampai 750 ribu betul adanya. “Kalau luas tanah 1000 meter kebawah Rp 500 ribu, kalau luas tanah 1000 meter ke atas Rp 750 ribu per bidang, bahkan warga sendiri yang sudah terdaftar mengikuti program PTSL di dua RT. Sudah melunasi semua kepada pihak pengurus/Pokja, kemungkinan sama semua kalau untuk biaya (PTSL) di Desa Cibatok dua, semua ada 11 RW dan 35 RT,” ucapnya, Sabtu (12/06/21).
Lanjutnya, terlebih dahulu dirapatkan sebelumnya untuk kumpul semua dari tingkat RT/RW untuk hadir dalam membahas rapat program (PTSL) di kantor Desa Cibatok Dua. “Yang menjelaskan pada saat rapat adalah team pokja, Sekdes Enjang sekaligus ketua Pokja PTSL dan jajaran team pokja, menyampaikan untuk biaya PTSL,” terangnya.
Ketika awak media bertemu dengan team pokja PTSL, Dody dan hadir juga Latif dari kecamatan sebagai pendamping desa yang pegang 15 desa di kecamatan Cibungbulang, pertemuan langsung di kantor desa Cibatok Dua, menyatakan betul adanya uang Rp 500 ribu sampai Rp 750 ribu. Hal itu berdasarakan hasil mufakat dan musyawarah, bahkan ada lembaran berita acara.
“Ada surat pernyataan bersangkutan yang mendaftar PTSL dan menandatangani uang partisipasi Rp 500 ribu sampai Rp 750 ribu. Kami pun berdasarkan kesepakatan desa dan tim yuridis, belum turun ke desa, dan uang partisipasi karena mencakup tiga serangkai bahkan untuk makan dan minum serta biaya sewa rumah orang pekerja dari BPN yang memang sebelumnya sudah disepakati oleh ketua paguyuban/Apdesi,” ucapnya.
Kalau SKB 3 Menteri yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah pusat dianggapnya tidak berpengaruh di kalangan para Desa yang mendapatkan tugas dan tanggungjawab ke masyarakatnya, untuk peta bidang tanah, harus ada keterbukaan kepada publik, atau masyarakat dan BPN kabupaten Bogor jangan tutup mata adanya pungli terkait biaya PTSL yang sudah berjalan dan diterbitkan, dan diminta aparat penegak hukum segera ambil langkah untuk kepentingan masyarakat banyak.
Dan saat dihubungi oleh awak media, hal tersebut sangat dikecam oleh Jajang Nurjaman sebagai Ketua Kordinator Lembaga Center for Budget Analysis (CBA). Menurutnya, hal tersebut sudah menjadi pungutan liar (Pungli). “Ini sudah masuk pungutan liar dengan kedok pungutan biaya anggaran pembuatan PTSL pada tahun ini, Center for Budget Analysis (Lembaga CBA) meminta Bupati Bogor segera bertindak tegas, jika perlu mencopot pihak kepala desa terkait beserta jajarannya,” ucapnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat melapor kepada Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) jika dipaksa membayar administrasi dalam pembuatan sertifikat tanah, baik oleh pemerintah daerah maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Menurut keterangan dari petugas badan pertanahan nasional (BPN) Kabupaten Bogor yang enggan disebut namanya saat dikonfirmasi di kantornya menegaskan, terkait pungutan yang dilakukan oleh para oknum desa, merupakan tanggungjawab mereka sendiri.
Lebih jelas ia menegaskan, “Pihak berwenang seperti kepolisian juga tidak boleh tinggal diam, karena kondisi masyarakat saat ini sedang sulit, apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini jangan sampai ditambah sulit oleh oknum aparat tidak bertanggungjawab. Kejadian pungli perlu diusut dan para pelakunya harus dijatuhi sanksi agar menjadi pembelajaran bagi daerah lainnya”.
“Jika masyarakat mesti membayar biaya administrasi Rp 500 ribu sampai Rp 750 ribu, hal tersebut tentunya tidak dibenarkan. Janganlah ada sampai seperti itu, ini kan program yang baik dari pemerintah untuk masyarakat, jadi janganlah ada penggelembungan biaya, apalagi biayanya diatas Rp150 ribu,” ujarnya.
“Jika masyarakat menemukan kejadian seperti itu, silahkan laporkan kepada pihak berwenang. Selama biayanya sesuai dengan aturan tidak masalah, tapi klo sudah keluar dan melebihi dari ketentuan, ini termasuk pungli ada sanksi pidananya, dan kepada team saber pungli dan kepolisian, Kejaksaan yang ada di wilayah hukum kabupaten bogor harus lebih cepat bertindak tegas dan menangkap para oknum yang sudah jelas melanggar aturan hukum,” pungkasnya.
“Saya mohon kepada pihak yang berwajib untuk mengusut tuntas adanya pungli tersebut, bila perlu kami siap kawal kasusnya sampai ke meja hijau,” himbaunya. (Richard L. Tobing)