Tobelo, Halut
Permohonan Judicial Review Pasal 201 Ayat (7) UU 10/2016 yang diajukan oleh Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara tidak ada satu dalilpun yang menyatakan keberatan soal Pilkada serentak, banyak yang berkomentar tanpa mengetahui utuh permohonan yang diajukan oleh Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara.
Hal ini disampaikan Kuasa Hukum Frans Manery dan Muchlis TapiTapi, Ramli Antula, SH., Sabtu (5/2/2022). Ramli Mengatakan bahwa Pilkada serentak itu diatur dalam Pasal 201 Ayat (8), sedangkan Pasal yang dijudicial review Pasal 201 Ayat (7), karena sejalan dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi pilkada serentak itu sifatnya “Open Legal Policy” (kebijakan hukum terbuka), yang bermakna pilkada serentak dilaksanakan kapan saja tidak inkonstitusional, karena itu merupakan keputusan Pemerintah dan DPR.
Kata Ramli, problemnya Pilkada serentak tidak boleh membatasi masa jabatan, oleh karena itu soal Pilkada serentak dan masa jabatan diatur dalam ayat yang berbeda, Pilkada itu proses pengisian jabatan bukan proses membatasi masa jabatan.
Kalau membatasi masa jabatan, berarti mereduksi hak warga negara yang diberikan oleh UUD 1945, yakni “Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Oleh karena itu Bupati dan Wakil Bupati menggunakan hak untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 melalui Judicial Review di Mahkamah Konstitusi,” ungkap pengacara muda yang namanya meroket saat mendampingi pasangan Frans Muchlis pada persidangan pilkada MK.
Lanjut Ramli, Pilkada serentak dalam permohonan ke Mahkamah Konstitusi tidak diminta untuk dibatalkan. Pilkada serentak tetap dilaksanakan 2024 sesuai ketentuan Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016, tapi masa jabatan berakhir sesuai dengan lama periodisasi yakni 5 tahun sejak dilantik berdasarkan Pasal 60 UU No 23/2014 dan Pasal 162 UU 10/2016. (Roby Pangemanan)