Beranda Hukum Kolonel Priyanto Dituntut Hukuman Seumur Hidup, Keluarga Korban Malah Kasihan Ke Anak...

Kolonel Priyanto Dituntut Hukuman Seumur Hidup, Keluarga Korban Malah Kasihan Ke Anak Buahnya

1
0

Jakarta, Bhayangkarautama.com.

Tuntutan hukuman penjara seumur hidup yang dijatuhkan kepada Kolonel Priyanto ditanggapi beda keluarga Salsabila (14) dan Handi Saputra (18).

Salsabila dan Handi Saputra adalah korban tabrak lari yang jasadnya dibuang oleh Kolonel Priyanto bersama dua anak buahnya, Koptu Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko.

Paman Salsabila, Deden Sutisna (41) tidak mempermasalahkan tuntutan hukuman kepada Kolonel Priyanto.

“Dari awal saya sudah katakan, kami serahkan kepada pengadilan militer, mau hukuman seumur hidup mau hukuman mati, kami ikuti saja alur dari pengadilan militer,” ujar Deden di kediaman Suryati, Kamis (21/4/2022).

Deden mengungkapkan, memang awalnya di media sosial sudah digembor-gembor, pasti Kolonel Priyanto akan terkena hukuman mati karena dijerat dengan pasal berlapis.

“Kalau keluarga, dengan ditangkapnya dengan dihukumnya pelaku, sudah alhamdulillah. Keluarga besar Salsabila dari awal sudah lega, mau hukuman mati atau mau hukuman seumur hidup, tidak apa-apa,” kata Deden.

Deden yang mengikuti persidangan juga justru merasa kasihan kepada anak buahnya Priyanto, yakni Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko.

“Keduanya hanya ikut serta (perintah komandan). Saat disidang, keduanya sampai nangis karena di militer, perintah komandan harus selalu dilaksanakan,” katanya.

“Saya paham perasaan mereka.”

Hal serupa diungkapkan ibunda Salsabila, Suryati (41) yang menganggap hukuman seumur hidup atau hukuman mati, bagi keluarga sudah tak ada bedanya.

“Bagi kami sudah sama saja, sebab sedari awal kami sudah menyerahkannya kepada hukum. Bagi keluarga sampai sini saja sudah tenang, terutama bagi almarhumah sudah tenang di alam sana,” ujar Suryati saat ditemui di kediamannya di Nagreg, Kamis (21/4/2022).

Suryati hanya berharap hukum yang diberikan adalah hukuman yang seadil-adilnya.

“Semuanya saya serahkan kepada pihak yang berwenang. Alhamdulillah, setiap persidangan berjalan bagus,” kata Suryati.

Suryati juga mengaku, keluarganya tak ingin balas dendam kepada pelaku.

Bagi mereka, yang penting pelaku diberi hukuman dengan seadil-adilnya.

“Yang lebih penting lagi, korban bisa ditemukan, saat sudah ditemukan tenang,” ujar Suryati.

Berbeda dengan keluarga Salsabila, orang tua Handi Saputra, Agan Suryati, mengaku kecewa dengan oditur militer yang hanya menuntut Kolonel Infanteri Priyanto dengan tuntutan hukuman seumur hidup.

Menurut Agan, tuntutan itu masih terlalu ringan dibanding dengan yang dilakukan terdakwa terhadap anaknya.

“Kami sedari awal sudah meminta hukum seberat-beratnya, yaitu hukuman mati,” kata Agan kepada media, saat dihubungi melalui telepon, Kamis (21/4).

Menurutnya, terdakwa pantas dihukum mati lantaran perbuatannya yang biadab.

“Dia sudah terbukti bersalah, kami tidak setuju dengan tuntutan hukuman seumur hidup,” ucapnya.

Alasan Yang Memberatkan

Terungkap sosok wanita yang sempat ditiduri Kolonel Priyanto sebelum tiga oknum TNI AD menabrak sejoli di Nagreg, Bandung. Kesaksian itu diberikan oleh anak buah Kolonel Priyanto di persidangan.

Tuntutan hukuman seumur hidup bagi Kolonel Priyanto dibacakan oditur militer di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (21/4/2022).

“Kami memohon agar majelis Pengadilan Tinggi II Jakarta menjatuhkan terhadap Kolonel Infanteri Priyanto dengan pidana pokok penjara seumur hidup,” ujar Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy membacakan tuntutan.

Dalam tuntutannya, Wirdel mengatakan bahwa unsur pembunuhan berencana yang diatur dalam Pasal 140 KUHP telah terpenuhi.

“Berdasarkan keterangan para saksi yang dijadikan alat bukti bahwa kejadian tabrakan saudara Handi Saputra dan saudari Salsabila yang mengemudikan sepeda motor satria FU di Nagreg, Kabupaten Bandung, Rabu 8 Desember 2021 sekitar pukul 15.30 WIB,” kata Wirdel.

Setelah menabrak korban, Priyanto bersama dua anak buahnya, yakni Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, malah membuang tubuh Handi dan Salsa ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, pada pukul 21.30 WIB.

“Dalam kurun waktu 5 jam 30 menit, memberikan keleluasaan bagi terdakwa, saksi 2, dan saksi 3 secara sistematis untuk memilih salah satu sungai di Jawa Tengah dengan membuka aplikasi Google Maps,” ujar Wirdel.

Oditur mengatakan bahwa langkah-langkah itu menggambarkan suatu perencanaan yang matang untuk menghilangkan jejak.

“Sehingga perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang direncanakan terlebih dahulu. Dengan demikian, unsur dengan perencanaan terlebih dahulu telah terbukti secara sah dan menyakinkan,” ujar Wirdel.

Selain unsur pembunuhan berencana, Priyanto juga dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersama melakukan tindak pidana penculikan dan menyembunyikan mayat.

Dengan demikian, oditur meyakini jika Priyanto terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam seluruh dakwaan.

Pertama, Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud sembunyikan kematian juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Priyanto dinilai melibatkan anak buahnya dalam kasus penabrakan hingga pembuangan Handi-Salsa.

Hal itu diungkapkan oditur saat menyampaikan hal memberatkan dan meringankan terdakwa dalam tuntutan.

“Hal memberatkan, terdakwa melakukan tindak pidana melibatkan anak buahnya,” kata Wirdel.

Sementara itu, hal yang meringankan yakni terdakwa berterus terang sehingga mempermudah pemeriksaan persidangan, belum pernah dihukum, dan menyesali perbuatannya.

“Jadi tuntutan yang barusan dibacakan adalah petunjuk dari Orjen TNI. Barangkali beliau dengan stafnya di sana sudah menyimpulkan bahwa hukuman ini adalah yang paling cocok,” ujar Wirdel.

Wirdel menambahkan, pernyataan Panglima Jenderal TNI Andika Perkasa juga menjadi pertimbangan dalam menyusun tuntutan.

“Pada waktu Panglima mengeluarkan pernyataan itu akan menjadi patokan bagi kami, tetapi yang terpenting adalah fakta dalam persidangan,” kata Wirdel.

“Bagaimana terdakwa?” tanya hakim ketua Brigadir Jenderal Faridah Faisal kepada Priyanto usai pembacaan tuntutan.

“Siap,” jawab Priyanto dengan ekspresi yang tenang.

Hakim kemudian memerintahkan Priyanto berkoordinasi dengan kuasa hukumnya untuk menjadwalkan nota pembelaan atau pleidoi.

Priyanto menghampiri kuasa hukumnya, berdiskusi sebentar, kemudian kembali ke hadapan majelis hakim.

“Siap, kami akan menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi,” tutur Priyanto.

Menurut jadwal, sidang yang beragendakan pleidoi akan digelar pada Selasa tanggal 10 Mei 2022. (red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here