Langsa, Aceh
Surat yang dilayangkan oleh Satuan Polisi Pamong Pradja Kota Langsa, Provinsi Aceh, terkait pengelola hutan manggrove oleh PT. Pelabuhan Kuala Langsa Energi (PT. PKLE), ibarat “Gertak Sambal”. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Lembaga Advokasi Sosial Kemasyarakatan Aceh Raya (LASKAR), Teuku Indra Yoesdiansyah, SKM, SH, dalam rilisnya yang dikirimkan ke Bhayangkara Utama.com Jumat (16/10/2020).
Teuku Indra mengingatkan Satpol PP Kota Langsa, yang telah beberapa kali mengirimkan suratnya kepada pengelola hutan manggrove yang merupakan klien LASKAR, dengan membawa sejumlah personilnya seakan-akan mau memberikan shock therapy kepada klien LASKAR tersebut.
“Jangan begitu dong, kalau memang mau beraksi silakan, tidak hanya gertak sambal doang, klien kami tidak takut atas shock therapy yang dilakukan penegak perda itu”, kata Teuku Indra.
Menurut Ketum LASKAR, dirinya bersama seluruh team kuasa Hukum PKLE sudah berada di Kota Langsa menunggu ancaman eksekusi hutan manggrove tersebut dari pengelolaan kliennya PT. PKLE.
“Kami team kuasa hukum PT. PKLE sudah di sini (Kota Langsa), kapan Satpol PP Kota Langsa akan melakukan eksekusi klien kami itu karena kami sudah siap, jangan kebanyakan kirim surat dengan kata-kata ancaman, jika klien kami akan digusur paksa, coba lakukan terus eksekusinya jika berani melawan hukum”, tantangnya.
LASKAR juga meminta kiranya pihak Satpol PP Kota Langsa, jangan banyak kirim surat yang tidak habis-habisnya dengan bahasa ancaman yang katanya akan melakukan pengosongan area hutan manggrove tersebut secara paksa.
“Toh pada kenyataannya sampai saat ini tidak dilakukan tindakan, atau mungkin mereka hanya “gertak sambal” saja dikarenakan Satpol PP Kota Langsa menyadari jika dirinya ibarat “ seorang cowboy yang tidak memiliki kuda dan senjata”, ujar Ketum LASKAR sambil tersenyum penuh makna.
Maka itu, LASKAR meminta kepada Walikota Langsa yang telah menyurati Satpol PPnya agar lebih banyak lagi mempelajari secara hukum permasalahan kliennya itu, dikarenakan masalah ini jangan menjadi “pembelajaran hukum yang buruk untuk masyarakat dan regenarasi Aceh khususnya di Kota Langsa”, imbuhnya.
Masih kata Teuku Indra Yoesdiansyah, SKM, SH., “apabila Walikota Langsa melalui pasukan Satpol PP nya seakan terlalu memaksakan “nafsunya” untuk mengusir secara paksa klien kami PT.PKLE, dan jika itu terjadi, maka kami kuasa hukumnya akan melaporkan Walikota Kota Langsa bersama Satpol PP nya ke Polda Aceh”.
Sebab, Walikota Kota Langsa melalui Satpol PP tidak berhak mengeksekusi klien kami dari hutan manggrove yang dikelolanya selama ini, sesuai surat perjanjian yang telah disepakati bersama dan memiliki kekuatan hukum yang sama.
“Ini masalah Perdata dan klien kami telah memasukkan gugatannya mengenai dugaan telah dilakukannya wan prestasi oleh PT.Pelabuhan Kota Langsa (PEKOLA) terhadap PT. PKLE ke Pengadilan Negeri (PN) Kota langsa pada hari ini tgl. 16/10/2020, dikarenakan harapan klien kami akan diselesaikan permasalahannya secara musyawarah dan mufakat oleh mitra kerjanya”, jelasnya.
“Meskipun PT. PEKOLA tak kunjung datang, mengenai gugatan kami di PTUN terhadap proses lelang pengelolaan hutan manggrove masih terus bergulir sampai saat ini”,pungkas Teuku Indra.
Untuk itu, LASKAR meminta kepada Walikota Langsa dan Dinas Satpol PP, agar jangan terlalu “lebay dan over acting” dengan surat –suratnya yang dikirimkan ke klien kami PT. PKLE”, pinta Teuku Indra yang akrab dipanggil Popoen ini. (Jalaluddin Zky)