Jakarta, Bhayangkarautama.com
Imam Musani, merupakan alumnus Akademi Angkatan Laut (AAL) angkatan ke- XXXVI/tahun 1990. Jabatan terakhir Jenderal bintang satu ini adalah Wakil Komandan Seskoal.
Imam Musani yang biasa dipanggil “Soni” terlahir dari keluarga petani yang pas-pasan dalam kehidupan sehari-harinya. Pria kelahiran 9 Desember 1967 di Dusun Pandean, Kelurahan Surodakan, Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Rumah orangtuanya berdampingan dengan area makam Ki Ageng Menak Sopal yang pada masa hidupnya dikenal sebagai pemuka agama Islam serta pahlawan bagi para petani Trenggalek, karena banyak berjasa mengubah wilayah Trenggalek yang dulunya merupakan rawa menjadi lahan pertanian yang subur.
Soni sendiri adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan suami-istri Mudasam dan Siti Halimah, yang bertempat tinggal di sebuah rumah berdinding “gedheg” (anyaman bambu) dan berlantaikan tanah. Sejak sebelum sekolah Soni sudah menghadapi perjuangan yang berat untuk bertahan hidup. Thiwul, gamblong dan bulgur adalah makanan pokok sehari-hari yang telah membesarkannya. Masa SD diselesaikannya di Sekolah Dasar Negeri Bagong (sekarang SDN Ngantru III). Pergi ke sekolah sehari hari tanpa alas kaki hingga kelas 5 SD. Baru ketika menginjak kelas 6 Soni kecil memakai sepatu yang pertama kalinya untuk pergi ke sekolah. Di sela waktu sekolah, banyak pekerjaan yang dijalaninya, mulai dari “ngarit” (mencari rumput) untuk pakan kambing, mencetak batu bata, mencari pasir dan batu di kali Bagong untuk membangun rumah, berjualan kue-kue dan es drop, menyangkul di sawah, dan menanam padi hingga memanennya.
Jika musim panen padi, Soni juga membantu orangtua mengangkut gabah 1,5 kuintal sekali angkut dengan menggunakan sepeda pancal milik bapaknya, di mana saat itu untuk menggenjot pedal sepeda saja dia menghadapi kesulitan. Tahun 1981 Soni berhasil masuk ke SMPN I Trenggalek. Ketika harus menggunakan seragam, orangtuanya hanya mampu membeli bahan kainnya saja, dan tidak punya uang untuk ongkos menjahitnya. Soni kemudian “memutar otak”, bagaimana caranya mengubah kain tadi menjadi seragam sekolah. Dengan berbekal majalah bekas, ia mempelajari bagaimana cara membuat pola baju dan celana, lalu menjahitnya sendiri.
Seragam sekolah itu kemudian dapat digunakan selama sekolah di SMPN I hingga lulus. Pada saat itu uang SPP yang harus dibayar tiap bulannya sebesar Rp. 750,- dan untuk mendapatkan uang sebesar itu ibunya harus menjual kelapa sebanyak 150 buah (harga kelapa Rp 5,- per buah). Jika hasil kelapa dari pekarangannya masih kurang, maka Soni siap menjalani pekerjaan sebagai buruh memetik buah kelapa dengan upah sebanyak satu butir kelapa per pohon, dan dalam sehari mampu memanjat 15 pohon kelapa. Dengan kondisi yang demikian memprihatinkan, Soni memiliki ide menghadap Kepala Desa Surodakan untuk meminta ‘Surat Keterangan Ekonomi Lemah’.
Berbekal surat tersebut lalu Soni menghadap Kepala Sekolah SMPN I Trenggalek saat itu, dan akhirnya ia dibebaskan membayar uang SPP hingga lulus sekolah.
Kemudian tahun 1983 Soni berhasil masuk ke SMA Negeri I Trenggalek. Ujian dari Allah kembali datang padanya. Sebulan sebelum Ebtanas mata kanannya mengalami luka pada korneanya dan terjadi infeksi yang mengakibatkan kebutaan. Namun kemudian Allah menunjukkan sifat rahman dan rahimNya. Dengan meneteskan getah rumput “patikan” sebanyak tiga kali sehari, mata kanannya kembali normal. Ia menyatakan sangat bersyukur atas kesembuhan matanya itu. Pada saat akhir kelas 3 SMA, sekolahnya mengadakan study tour ke Yogyakarta Kembali Soni tidak dapat ikut karena orang tuanya tidak bisa membayar biaya untuk kegiatan itu sebesar Rp.26.000,-
Satu kalimat almarhumah Ibunya yang diingatnya sampai sekarang menyebutkan, “Le… awakmu sing sabar yo… saiki awakmu isih dadi enthung. Mengko yen wis dadi kupu-kupu, arep mabur menyang ngendi wae bakal kelakon”. (Nak, kamu yang sabar ya…sekarang kamu masih jadi kepompong. Nanti kalau kamu sudah jadi kupu-kupu, mau pergi kemana pun bakal kesampaian). Dan sekarang sang entung bisa melanglang buana ke seluruh pelosok wilayah Indonesia dan luar negeri dengan pesawat udara TNI AL, berbagai jenis pesawat udara TNI AL telah diterbangkannya, mulai dari pesawat Tampico TB 9-C, Tobago TB-10, Bonanza F-33A, Nomad N-22/24, Casa NC-121, hingga Buffalo DHC-5D. Sebagai anak petani yang hidupnya pas-pasan, tidak pernah terbayang saya bisa menjadi prajurit TNI Angkatan Laut, kata putera Trenggalek yang kini mendapatkan amanah sebagai Wadan Seskoal itu.
Tak Menyangka Bisa Masuk AKABRI
Berawal dari ajakan teman temannya di SMA untuk ikut mendaftar di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri), Soni hanya ikut ikutan saja, karena apa yang dimaksud AKABRI pun dia belum paham. Namun karena secara fisik dan mental sudah tertempa sejak kecil dalam kehidupan sehari-hari yang sangat keras, Soni dapat melewati test AKABRI dengan lancar dan tidak menemukan hambatan yang berarti. Disamping mendaftar untuk mengikuti seleksi AKABRI, Soni juga mengikuti test Seleksi dan Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru). Saat seleksi test AKABRI (pada tahap wawancara mental ideologi), ia terpaksa meminjam sepatu temannya karena sepatunya sudah jebol. Allah memberikan anugerah yang sangat besar karena dua-duanya diterima, dan ia kemudian memilih AKABRI Laut.
Tahun 1990 Soni lulus dari AKABRI Laut sebagai Perwira Pelaut dan berdinas di Satuan Kapal Patroli Armada Kawasan Barat sebagai Kepala Departemen Operasi, dan pada akhir 1992 mendapat Surat Perintah untuk mengikuti Pendidikan Pasukan Katak TNI AL. Namun ternyata namanya juga tercantum di dalam daftar calon Penerbang TNI AL, dan atas arahan Kepala Dinas Pendidikan TNI AL, Penerbang akhirya menjadi pilihan pendidikan yang dijalaninya. Pada 1994 Soni lulus dari Sekolah Penerbang TNI AL dan berdinas di Skuadron Udara-600 Satuan Udara Armada Timur. Sejak saat itu ia melanglang buana ke seluruh pelosok wilayah Indonesia dan luar negeri dengan pesawat udara TNI AL.
Selain itu, berbagai jenis pesawat udara TNI AL telah diterbangkannya, mulai dari pesawat Tampico TB 9-C, Tobago TB-10, Bonanza F-33A, Nomad N-22/24, Casa NC-121, hingga Buffalo DHC-5D. Ia juga menyatakan bangga dan bersyukur telah mendapatkan kepercayaan mengikuti pendidikan/kursus terkait profesinya di beberapa negara maju, yakni di Perancis, Amerika Serikat, dan Australia. “Sebagai anak petani yang hidupnya pas-pasan, tidak pernah terbayang saya bisa menjadi prajurit Angkatan Laut.
Pendidikan Militer
- Akademi Angkatan Laut (1990)
- Dikpespa
- Dikpabang Senerbal (1992)
- Seskoal
- Sesko TNI
- Lemhannas RI Angkatan 58
- Kursus Trainer of Trainer (TOT) Hukum Humaniter
- Kursus Maritime Air Surveilance Course di Australia
- Kursus Instructor Training Course TB-10 di Perancis
- Kursus Civil Miltary Approaches to Maritime Security di Monterey Amerika.
Riwayat Jabatan
- Kadepops Satrol Koarmabar (1990—1992)
- Komandan Lanal Sabang (2013)
- Wadan Lantamal IV/Tanjungpinang (2017—2018)
- Dirdik Seskoal (2020)
- Wadan Seskoal (2020—2021)
- Komandan Lantamal XIV/Sorong (2021—Sekarang) (red)