Pemerintah pada dasarnya telah menyusun instrumen untuk melindungi dan mengatur ketenagakerjaan di Indonesia agar tidak merugikan berbagai pihak, yaitu tenaga kerja dan perusahaan yang bersangkutan.
Purwakarta, BU - Salah satu instrumen tersebut diwujudkan dalam Undang - Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Namun hal ini tidak berlaku di wilayah Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, terutama bagi tenaga kerja proyek-proyek konstruksi yang notabene dananya bersumber dari hasil pajak rakyat sendiri.
Seperti kasus kecelakaan kerja yang menimpa pekerja proyek renovasi pasar Juma’ah beberapa waktu yang lalu, Pemkab Purwakarta seolah-olah tutup mata tanpa ada sanksi kepada PT. Karen Nauli, selaku pelaksana proyek tersebut.
Hal ini juga terlihat dengan kasat mata pada proyek pembangunan Kantor Kesbang Purwakarta, yang menelan biaya sebesar Rp 2.148.319.000,- dikerjakan oleh PT. Diori Perkasa.
Para pekerja tampak mengerjakan pekerjaan konstruksi di lantai 2 (dua) pada ketinggian 8 (delapan) meter dari atas permukaan tanah tanpa menggunakan peralatan keselamatan kerja (Safety).
Menurut salah seorang tenaga kerja yang acap kali bekerja pada proyek konstruksi yang dikelola Pemkab Purwakarta, Eko (53 th), sejak dia menekuni pekerjaan pada proyek-proyek konstruksi di Purwakarta, belum pernah sekalipun diwajibkan memakai alat pengaman keselamatan kerja, baik oleh dinas terkait maupun pengawas lapangan.
“Sebenarnya beresiko, tapi demi dapur ngebul terpaksa saya lakoni, yang penting kontrak pekerjaan selesai tepat waktu,” ucap Eko.
Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 1 ayat 32 UU No. 13 tahun 2003 mengatakan, Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Kemudian pasal 86 ayat 1 a menegaskan, setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian diikuti pasal 87 ayat 1 yang menyatakan, setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Kepala Bidang Tata Bangunan Dinas Tata Ruang dan Bangunan (Distarkim) Purwakarta, Muchtar, ST yang dihubungi BU melalui telepon selulernya mengakui bahwa, dalam klausul kontrak kerja dengan penyedia jasa (kontraktor) belum ada dianggarkan terkait K3. “Untuk anggaran terkait K3 di RAB belum terakomodir,” ungkap Muchtar.
Ditanya mengapa pekerja proyek tidak dilindungi dengan mewajibkan penggunaan peralatan keselamatan kerja (safety), Muchtar menegaskan, “untuk kedepannya akan kita akomodir di setiap kegiatan konstruksi sesuai Perpres 16 tahun 2018. (JDD)