Beranda Hukum Proyek Pemeliharaan Jalan Cilalawi-Tajursindang Diduga Terjadi Penyimpangan

Proyek Pemeliharaan Jalan Cilalawi-Tajursindang Diduga Terjadi Penyimpangan

292
0

Purwakarta, Jabar

Pengadaan barang/jasa di proyek Pemerintah merupakan bagian yang paling banyak dijangkiti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Indikasi kebocoran dapat dilihat dari banyaknya pengadaan proyek pemerintah yang tidak tepat waktu, tidak tepat sasaran, tidak tepat kualitas dan tidak efisien karena tidak mengikuti Peraturan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2012.

Akibatnya banyak alat yang tidak bisa dipakai, ambruknya bangunan gedung dan pendeknya umur konstruksi karena banyak proyek pemerintah yang masa pakainya hanya mencapai 30 - 40 persen dari seharusnya, itu disebabkan tidak sesuai atau lebih rendah dari ketentuan dalam spesifikasi teknis.

Maraknya korupsi dalam pengadaan barang dan jasa dapat dilihat juga dari kegiatan pemeliharaan jalan Cilalawi sepanjang 3,850 km di Desa Tajursindang Kecamatan Sukatani, yang sedang dikerjakan oleh PT. Devosindo, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus ( DAK ) Tahun 2020 sebesar Rp 4.848.000.015 dengan waktu pelaksanaan 100 hari kalender.

Terpantau oleh awak media BU, material yang di gunakan pada saat kegiatan tidak sesuai RAB yang seharusnya, seperti material semen, dengan merek dagang “Merah Putih”.
Menurut keterangan Kabid Tata ruang Distarkim Kabupaten Purwakarta, Muchtar Radjasa, ST, dalam spesifikasi teknis atau sering disebut RAB, untuk standar pekerjaan konstruksi yang dibiayai anggaran negara, harga material semen pada kisaran Rp 55 ribu - Rp 60 ribu. Sementara harga semen Merah Putih di toko bahan bangunan yang ada di Purwakarta hanya Rp 40 ribu.

Oleh karena itu, diminta kepada aparat penegak hukum Polri maupun Kejaksaan untuk turun ke lapangan guna melakukan pengecekan terkait kegiatan tersebut.
Seperti diketahui, definisi tindak pidana korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penyimpangan inilah yang merangsang terjadinya mark-up dan korupsi di pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, BUMN, BUMD, BHMN dan Badan layanan umum.

Gunyani selaku mandor, saat dihubungi awak media melalui whatshapp menjelaskan, “gak tahu, udah nggak disitu lagi”, jawabnya.

Hingga berita ini sampai ke meja Redaksi, pihak dari PT. Devosindo belum dapat di konfirmasi terkait kegiatan tersebut. (Dodi)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here