Ende, bhayangkarautama.com
Seorang mantan nara pidana (Napi) di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Antonius Mola, lolos dan ditetapkan sebagai calon dalam pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak yang digelar pada 25 Oktober 2022 lalu.
Sebelumnya, Napi tersebut terlibat kasus Korupsi Dana Desa (DD) sebesar Rp 300 juta lebih pada tahun 2017 dan dipenjara selama 3,7 tahun dan baru dibebasksn pada Pebruari 2021 lalu.
Mantan Narapidana Korupsi Dana Desa (DD) jadi calon pilkades ternyata diloloskan Panitia Pilkades Desa Rangalaka.
Terkait dengan persoalan tersebut, sebanyak 11 (Sebelas) Tokoh Masyarakat Desa Rangalaka, Kecamatan Kota Baru, Melayangkan surat Penolakan Hasil Pilkades Rangalaka kepada Bupati Ende, Drs. H. Djafar H. Achmad, MM., karena cacat hukum dan melanggar aturan.
Sesuai kopian ‘Surat Penolakan Hasil Pilkades’ yang diterima Media ini, pada Jumat (18/11/2022) malam, yang bunyinya, “Kami Tokoh masyarakat Desa Rangalaka menolak hasil Pilkades Desa Rangalaka, 25 Oktober 2022, atas nama saudara ANTONIUS MOLA, karena cacat Hukum dan melanggar :
1. Dasar Hukum Pemrendagri Nomor 112 tahun 2014, Tentang Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa, pasal 21 yang tercantum pada huruf h dan huruf i.
2. Peraturan Bupati Ende Nomor 17 tahun 2022, Tentang perubahan atas peraturan Bupati Ende Nomor 39 tahun 2019, Tentang Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian kepala desa.
3. Peraturan Daerah Kabupaten Ende Nomor 2 tahun 2018, Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Ende Nomor 4 tahun 2016, Tentang Pemilihan, Pengagkatan dan Prmberhentian Kepala Desa.
4. Mohon diklarifikasi kembali berkas persyaratan terkait calon kepala Desa Rangalaka, dan menolak hasil pemilihan kepala desa Rangalaka pada tanggal, 25 Oktober 2022, atas nama ANTONIUS MOLA, karena cacat hukum, mantan narapidana tindak pidana khusus Korupsi Dana Desa Rangalaka Tahun 2010 dan Tahun 2015 (3 Tahun 7 Bulan di Penjara), dan baru dibebaskan pada bulan Februari 2021, dan sampai saat ini belum diumumkan secara terbuka oleh pihak kejaksaan tindakan pidana khusus korupsi (Tipikor) Kupang kepada publik sesuai persyaratan Kepala Desa yang tercantum dalam poin 8 (Delapan) dan poin 9 (Sembilan).
Hal tersebut perlu ditanggapi secara serius, arif dan bijaksana oleh Bapak Bupati Ende, karena sudah melanggar aturan dan regulasi yang ada di negeri ini.
Demikian pernyataan sikap Tokoh masyarakat Desa Rangalaka yang kopiannya diterima bhayangkarautama.com.
Menanggapi hal itu, Lorensius Ngga’e selaku Kepala Desa Rangalaka, Kecamatan Kota Baru mendukung terkait langkah yang diambil tokoh masyarakat Rangalaka yang merasa keberatan terkait hasil keputusan Pilkades di Rangalaka, Kota Baru tersebut, dengan mengirim surat ‘Penolakan Hasil Pilkades’ kepada Bupati Ende, Drs. H. Djafar H. Achmad, MM.
“Saya mendukung terkait tokoh masyarakat yang menggunakan haknya yaitu mengajukan keberatan dan penolakan terkait kebijakan Panitia Pilkades tersebut. Karena harus ada kepastian dan transparan terkait kebijakan,” ungkap Lorensius kepada media ini, Jumat (18/11/2022) malam di Ende.
Lebih lanjut kata Kades Rangalaka itu, jangan sampai kebijakan Pemkab Ende itu disalahkan oleh sejarah, bahwa terjadi periodisasi pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Ende itu endingnya tidak bagus, tidak transparan dan ada konspirasi yang mungkin sengaja dibangun utuk memperkeruh suasana.
”Jangan sampai disalahkan oleh sejarah, bahwa baru terjadi Pilkades di Kabupaten Ende bahwa hasil keputusannya justru menimbulkan masalah, jadi terkait persoalan ini harus dijawab tuntas oleh Pemkab Ende,” ujar Lorensius Ngga’e.
Menurut Lorensius, pihak Pemkab Ende harus secara terbuka melakukan pemanggilan terhadap Panitia Pilkades itu, berikan penjelasan secara terang benderang dan jangan main kucing-kucingan sehingga semuanya jelas.
”Pemkab Ende sebenarnya harus mengundang pihak-pihak yang berkompeten untuk membahas hasil Keputusan Pilkades itu, dan berikan penjelasan secara baik dan benar sehingga semuanya jelas, Jagan ada main belakang lagi,” beber Kades Lorensius Ngga’e itu.
Lorensius juga mengatakan bahwa masyarakat yang menolak ini warga masyarakat desa Rangalaka sendiri, bukan warga di luar Rangalaka. Jadi apapun pengaduan dan penolakan dari Masyarakat tersebut, Pemerintah Kabupaten Ende harus berani menjawab, memberikan narasi atau penjelasan secara transparan dan terbuka sehingga masyarakat tidak ada yang merasa dirugikan.
Menurut Lorensius, ini bukan soal menang ataupun kalah. Tetapi bagaimana Pemerintah Kabupaten benar-benar menerapkan terkait aturan yang sebenarnya, bagaimana menjalankan aturan itu dengan baik dan benar.
“Masa sih Cakades yang terjerat kasus Korupsi Dana Desa masih di usung dan diloloskan dalam Pilkades. Coba kita buka aturannya yang mana yang bisa meloloskan Napi Korupsi Dana Desa untuk maju Calon Kedes,” tanya Lorensius.
“Kalau seperti itu persoalannya, Saya menyimpulkan bahwa pemerintah selama ini belum menjalankan regulasi secara baik dan benar. Karena kalau sudah dijalankan dengan baik dan benar tentu tidak ada persoalan seperti ini,” terang Lorensius Ngga’e.
“Itu artinya, Pemerintah Kabupaten Ende, Gagal mentransfer ilmunya sampai ke panitia Pilkades tingkat Desa. Padahal Panitia Pilkades itu pernah mengikuti Pembekalan dan Bimtek selama dua hari di Hotel Syvah Ende,” pungkas Lorensius.
Dirinya berharap, Pemkab Ende sebagai regulator harus bersikap adil dan bijak dalam merespon permasalahan Pilkades ini.
”Pemkab Ende jangan menggunakan pendekatan kekuasaan terkait persoalan ini, akan tetapi harus dengan cara transparan dan terbuka, dengan memberikan penjelasan seterang-terangnya tentang aturan mana yang dipakai,” tutup Kades Lorensius Ngga’e itu.
Hal senada juga disampaikan Sekdes Rangalaka, Ratu Hironimus melalui telepon dari Desa Rangalaka kepada media ini siang tadi sekitar pukul 11.45. Sekdes Hironimus mengatakan, Terkait dengan Penolakan yang dilalukan Tokoh Masyarakat Desa Rangalaka terhadap oknum Napi tersebut benar adanya, karena mereka menilai sudah melanggar aturan dan regulasi yang ada. (DM/Tim BU)