Kapuas Hulu, Kalbar
Upaya aparat hukum dan pemerintah daerah untuk memberantas Penambang Emas Tanpa Izin (PETI), menggunakan alat berat jenis excavator, yang merusak dan mencemari lingkungan sepanjang aliran sungai di Bunut Hulu, hingga kini belum terlihat hasil yang signifikan.
Pasalnya pemberantasan PETI tersebut tidak diiringi dengan ketegasan penegakan hukum yang seharusnya dijalankan oleh aparat penegak hukum setempat.
Salah satu warga masyarakat yang enggan
disebutkan namanya menyampaikan kepada awak media, memohon agar ada tindakan tegas terhadap aktivitas PETI yang menggunakan alat berat jenis Excavator, yang melakukan penambangan tidak dengan cara tradisional.
Dirinya juga mengkofirmasikan kepada awak media ini, bahwa ada sekitar 40 lebih unit alat berat jenis Excavator yang beroperasi di lokasi PETI di Bunut Hulu. Bahkan dalam keterangannya, salah satu perusahaan alat berat yaitu PT. Meta Estatika Graha sendiri ada 7 unit excavator yang sedang beroperasi. Untuk kerusakan Hutan dan Lahan diperkirakan kurang lebih diatas 100 Hektar.
Terpisah, setelah Bhayangkara Utama melakukan konfirmasi kepada pihak PT. Meta Estatika Graha, melalui humasnya, Kasiman, mengatakan pihaknya tidak mengetahui kalau alat berat jenis Excavator yang mereka sewakan itu, digunakan untuk melakukan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI).
“Kenapa hanya kami PT. Meta yang digugat, sementara di lokasi Desa Beringin ada puluhan unit alat berat yang lain,” terang Kasiman.
Pihaknya juga akan segera turun ke lapangan untuk memastikan kebenaran informasi tersebut. Kalau memang benar alat berat jenis Excavator itu beroperasi di lokasi PETI, pihaknya akan segera memutuskan kontrak kerja dengan para penyewa alat.
Di lain pihak, berdasarkan konfirmasi dari Kades Beringin, Herman, setelah dikonfirmasi lewat aplikasi WhatsApp oleh awak media ini, memberikan keterangan bahwasanya pemerintah desa tidak pernah memberikan ijin kepada pekerja PETI.
“Saya tahu bahwa pekerjaan PETI ini tidak memiliki izin dan juga bertentangan dengan UU, saya tidak bodoh, semua orang mengetahui aktifitas PETI di tempat kami. Melalui Google Maps juga orang bisa mengetahuinya, namun karena kondisinya bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan, saya selaku aparat Pemerintah Desa mempersilahkan kepada aparat penegak hukum (TNI-Polri) untuk menghentikannya dan menarik semua alat berat di lokasi,” terangnya,
“Kedepannya saya akan membuat pertemuan, mengundang Forkompinda, Polri,TNI, Camat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama serta penambang, termasuk LSM dan Wartawan juga tentunya, saya harap untuk hadir,” terang Herman.
“Pihak kami juga pernah mengajukan permohonan Izin Usaha Wilayah Pertambangan Rakyat (IUWPR), namun sampai sekarang belum terealisasi. Padahal masyarakat kami sangat membutuhkan perizinan tersebut, karena dengan IUWPR masyarakat bisa bekerja dan melakukan aktivitas penambangan dengan tenang,” ujar Kades.
Melalui sambungan WhatsApp, kami meminta keterangan Camat Bunut Hulu, Edy SH. Dalam keterangannya Edy, SH., meminta kami dalam pemberitaan dan penyampaian ke masyarakat berimbang terkait juga dengan UU keterbukaan Informasi Publik.
Camat mengatakan,”Untuk penambang ini sejak awal sudah masuk pemberitaan, bahkan dulu sudah pernah dinaikkan beritanya oleh tv-one, secara lisan juga sudah saya sampaikan kepada aparat penegak hukum saat kami rapat bersama masyarakat. Dalam situasi ini kita serba salah karena kondisi covid, pekerja PETI yang punya alat ada 1 unit disewa oleh 4 kepala Keluarga, dan ada juga pemasukan untuk kas desa yang sekarang sudah digunakan untuk Pembangunan Masjid. Sudah hampir Satu Milyar dana terkumpul untuk bangunan”.
Saat ditanya mengenai kelanjutan PETI ini, Camat Bunut Hulu juga mengatakan, “Saya tidak mendukung, bahkan saya pernah dipanggil ke Polda terkait PETI ini.
Dan sekarang kita sudah mencoba mengurus IUWPR, saya rasa dari awal seharusnya para penambang yang menggunakan Excavator tidak boleh ada di lokasi Desa Beringin”.
Saat ditanya apakah boleh kegiatan PETI tersebut terus berlanjut, sementara belum memiliki perizinan, Edy, SH., mengatakan bahwa itu bertentangan dengan UU dan peraturan yang berlaku. “Selama proses mengurus izin IUWPR berjalan, silahkan aparat penegak hukum menghentikan kegiatan penambangan dan menarik alat dari wilayah PETI di Desa Beringin”.
Bakorwil NGO Lidik Krimsus RI, Jasli Harpansyah, S.Pd., mengatakan, peraturan yang mengatur tentang konsekwensi hukuman penggunaan alat berat (Excavator dll) dalam kegiatan PETI jelas tertuang dalam peraturan Perundang-Undang No.18 Tahun 2013, bahwa perbuatan pengrusakan hutan terancam pasal 17 ayat (1) huruf (a) jo pasal 89 ayat (1) huruf (b) UU RI tahun 2013 dengan ancaman pidana 3 tahun serta pidana denda Rp. 1.500.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah).
Kita meminta kepada aparat penegak hukum (Polri-TNI) untuk segera menindaklanjuti laporan masyarakat. Dan meminta kepada Gubernur Kalimantan Barat, intansi terkait Dinas Lingkungan Hidup menangani kisruh PETI ini dengan memberikan teguran kepada Pemda Kapuas Hulu serta membantu solusi untuk masyarakat, terkait IUWPR, karena ini sudah menjadi perhatian masyarakat luas bahkan sampai tingkat nasional.
Jasli Harpansyah, S.Pd., juga sangat menyayangkan belum adanya tindakan tegas sama sekali dari pihak aparat penegak hukum, khususnya Polres Kapuas Hulu, terhadap pelaku penambang PETI di wilayah hukumnya, dimana aktifitas yang dilakukan oleh para penambang PETI tersebut termasuk wilayah cagar alam, bahkan aliran sungai yang mengalir ke danau-danau yang menjadi keajaiban dunia sudah tercemar, telah merusak habitat dimana sangat merugikan masyarakat yang kehidupan sehari-harinya menjadi seorang nelayan. “Sementara kita ketahui, selama ini bahwa Kabupaten Kapuas Hulu sebagai paru-paru dunia hanya isapan jempol belaka, ada apa di balik ini semua,” terang Jasli.
Jasli juga mengatakan pada media ini, telah membuat surat terbuka untuk Kapolri serta Kementerian terkait untuk segera menindaklanjuti para oknum yang bermain mata dalam kasus PETI di Kapuas Hulu, serta meminta untuk ditindak tegas para pekerja PETI di daerah dimana tempat menjadi cagar alam, dan daerah Kapuas Hulu ini sebagai paru-paru dunia sudah mulai tercemar oleh para penambang ilegal tersebut. (Tim)