Limbah B3 di Desa Berayu Kecamatan Dawarbelandong, Mojokerto diduga sengaja dibiarkan bertahun-tahun menumpuk menggunung tanpa ada pengelolaan dan penanganan yang jelas oleh pemiliknya, limbah B3 yang diduga terdiri dari berbagi jenis limbah seperti limbah batu bara flyash botomash, limbah minyak goreng spent bleacing earth.
Mojokerto, Jatim | Di tengah musim kemarau dan panasnya terik matahari yang menyengat kulit dilahan yang ukuran luasnya kurang lebih 2 hektar, tepatnya ditengah sawah dekat pemukiman warga, tempat yang di jadikan tumpukan sampah limbah B3 tersebut terbakar merata degan sendirinya tanpa ada orang yang membakarnya, kejadian itu terjadi pada hari sabtu pagi kisaran pukul 08 wib (26/09/2020).
Pantauan (BU) dan tim aliansi peduli lingkungan mendatangi tempat yang dijadikan tempat menumpuknya limbah B3 tersebut pada minggu tanggal 27/09202, dan Kejadian terbakarnya yang diduga jenis limbah B3 tersebut dibenarkan oleh penjaga lahan, sebut saja pak kasnan yang dengan polos mengatakan, “iya lahan ini dulunya digunakan untuk pembuangan tapi saya tidak tau kalau itu limbah, waktu saya belum masuk sini tumpukan limbah ini sudah ada dan sampai sekarang dan sudah lama tidak ada aktifitas saya hanya di minta menjaga aja,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah pemilik lahan sering ke tempat ini, pak kasnan juga dengan polos mengatakan, “tidak hanya saja anaknya yang kadang kadang datang ke tempat lahan ini,” imbuhnya.
Bahkan pak kasnan juga menceritakan, “kalau tanah atau lahan ini tadinya mau di beli orang cina tapi tidak diperbolehkan oleh pemilik lahan,” terangnya.
Tumpukan yang diduga limbah B3 tersebut mendapat sorotan tajam dari Aliansi Peduli Lingkungan yang menduga Pemda Kabupaten Mojokerto juga sengaja menutup mata adanya penumpukan Limbah B3 tersebut yang di Desa Berayu Kecamatan Dawarbelandong Kabupaten Mojokerto.
Ali Subhan, aktivis peduli lingkungan mengatakan bahwa penumpukan limbah ini tidak sesuai degan PP nomor 101 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun(B3) yang ditetapkan sebagai aturan pelaksana UU nomer 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 59 ayat (7) yang berbunyi, “setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang di hasilkanya”.
Ali Subhan menambahkan, “PP nomor 101 tahun 2014 mengatur tentang limbah jenis B3, salah satunya limbah jenis B3 ringan, limbah jenis B3 sedang dan limbah jenis B3 berat, dikarenakan di lahan ini dengan akumulasi limbah numpuk segitu banyaknya akhirnya menjadi limbah B3 jenis berat, karena tidak di kelola sesuai degan perjanjian dan dia yang sebagai transpoten misalnya dia ke manfaat, jadi dia mengirim barang itu ke pengelola atau pemanfaat limbah B3 atau perusahaan, jadi harusnya di manfaatkan sebagi paving, sebagai beton juga bisa sebagai batako, ko di buang begitu saja dan di tumpuk di biarkan kenapa..? dan di sinyalir dia hanya mencari keuntungan sebanyak banyaknya, tanpa memperdulikan dampak terhadap lingkungan sekitar,” ketus Ali Subhan.
Ali Subhan juga menambahkan ironisnya yang punya lahan yaitu Doktor Dra. Hj. Dwi Prapti Sri Margiasih, M.Si. adalah seorang doktor S-3 dan termasuk senior di bidang lingkungan hidup juga pemilik PT. Lewind, perusahaan angkutan limbah B3 yang berdomisili di Pondok Candra Waru Sidoarjo, yang juga salah satu pendiri dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang konsultan Tata lingkungan hidup yaitu PT. Adi Banuwa yang berdomisili usaha di Ruko Panjangjiwo Surabaya.
Ali Subhan yang di dampingi dua rekanya anggota Peduli Lingkungan, Mohammad Irfan dan Wahyudi Purnomo menyayangkan hal tersebut dan ironisnya, “bahwa dengan background tersebut semestinya lebih paham betul tentang tata cara pengelola limbah B3 yang baik dan sesuai peraturan hukum dan per UU RI,” terangnya (Tim)