Padang Pariaman
Kota Pariaman terletak di pesisir bagian barat provinsi Sumatera Barat, sekarang jadi pusat pemerintah kota Pariaman, yang sebelumnya jadi pusat pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman dan kini telah pindah ke Rimbo Kalam sejak Pemkot Pariaman berdiri sendiri dan berpisah dari induknya. Pariaman (Piaman Istilah minang), warganya hampir 80 persen, merantau ke berbagai pelosok Nusantara, bahkan keluar negeri. Sanking terkenal jiwa perantaunya, orang Pariaman dibandingkan sesama suku Padang lainnya maka ada pameo : kalau di Bulan ada kehidupan bukan hal yang mustahil orang Piaman akan merantau kesana. Karakter masyarakatnya sungguh “misteri”. Sulit terbaca untuk kemana arah sebenarnya, namun ia mudah “ditaklukkan” apabila mengetahui dan memahami secara “utuh” karakter manusianya.
Karena sudah terbiasa hidup di perpaduan alam maritim yang keras dengan sedikit kawasan pergunungan, sehingga membuat adat masyarakatnya ulet dan bertabiat keras juga sebagai anak pesisir. Terhimpit mau diatas dan terkurung mau diluar, jangankan kalah, seri saja tidak mau, itulah potret adat dan prilaku masyarakatnya. Berabad-abad lamanya lokasi pantainya yang berada di bibir pusat pemerintahan dijadikan obyek buang hajat. Tak kala angin berembus disiang hari ketengah kota, membawa aroma ngeri-ngeri sedap. ha hay ambo !! Ada pameo yang menjadi sugesti dan cemehes (kata cemooh yang di Piamankan), bagi kalangan penjabat yang ditugaskan atau jadi bupati di daerah tersebut.
Jika sukses jadi Bupati di kawasan (Kab. Padang/Pariaman) tersebut, sama suksesnya dilevelnya jadi seorang Gubernur di provinsi di pulau Jawa. Hal itulah yang menjadi ilham bagi seorang almarhum Kol. Anas Malik, mantan Kepala Pusat Penerangan Kodam V Jaya, untuk merubah segala prilaku budaya sehari-hari Masyarakat Pariaman yang centang perenang dimasa itu. Berbagai kiat dilakukan beliau ketika awal menjabat sebagai Bupati dua periode dari tahun 1980 - 1990. (info : Kab. Padang Pariman sekarang sudah dipecah jadi tiga pemerintah, yakni : Kab. Padang Pariaman, Kab. Kepulauan Mentawai, dan pemerintah Kota Pariaman). Bupati ini setiap pagi rajin blusukan berkeliling kota bersepeda Ontel (pinjam istilah Boy Piliang yang juga kompasianer), berkeliling kota Pariaman tanpa ditemani oleh ajudannya, dimulai jam 5.00 pagi setelah sholat shubuh sampai menjelang jam 7.30, jam kantornya.
”Dulu ada WC terpanjang di pantai Pariaman, Anas Malik untuk merubah imej tersebut dengan melarang orang di pinggir pantai, tidak boleh buang air besar di pantai, mendapat perlawanan keras dari masyarakat. Hal biasa, beliau akan terlihat kejar-kejaran menangkap orang yang lagi ” Maonggoh tacirit (lagi duduk buang hajat) ditepi pantai. Biasanya beliau kasih teguran awal, tetapi kalau besoknya diulang, tentu akan dilampang (tampar) oleh beliau jika menemukan orang masih buang hajat di lokasi tersebut. Atas ketegasannya dalam merubah budaya itu, dia dijuluki oleh masyarakat sebagai Bupati Tentara. Akhirnya toh pantai Pariaman yang sebelumnya tempat buang hajat berubah jadi objek wisata dan berdirinya puluhan rumah makan yang dikelola oleh masyarakat.
Anas Malik sangat disiplin waktu. Dia selalu datang ke kantor sesuai jadwal jam 7.30 Wib, dan bekerja dibalik meja hanya sampai pukul 10 pagi. Di kantor, Anas Malik sangat mudah ditemui oleh masyarakat. Jika ingin bertemu Bupati, kita mesti datang dibawah jam 10 pagi, setelah itu beliau langsung ke lapangan, melihat kehidupan masyarakatnya.
Langkah pertama jabatannya, semua komponen warga perantau asal Pariaman yang sukses dibidangnya diajak pulang kampung, untuk bersama-sama membangun kabupaten yang terluas di provinsi Sumatera Barat ini. Makanya kawasan ini lebih dikenal dengan sebutan “Piaman Laweh”(Pariaman yang super luas). Memenuhi himbauan sang bupati yang merayakyat ini, mulai dari penyanyi Minang yang terkenal saat itu, Tiar Ramon, Dosen-dosen dan pengusaha-pengusaha, pada boyongan mudik kampung, dan sejak itu berbagai kebudayaan, kesenian, pendidikan, pembangunan pedesaan menggeliat. Di era itulah proyek-proyek pembangunan berjalan pesat dan tender terbuka dengan sangat fair, tidak ada istilah uang sogok menyogok, kongkalingkokng, sehingga berbagai kontraktor bertumbuhan bagai cendawan tumbuh dan hidup sehat karena ketegasan sikap dia yang anti korupsi tanpa embel-embel sebagai seorang eks prajurit sejati.
Anas Malik menumbuhkan berbagai usaha rakyat, mulai pertanian, perkebunan, peternakan sapi dan ayam hingga industri kerajinan. Empat tahun pertama, setelah pantai bersih, jalan ke semua desa terbuka dan ekonomi rakyat membaik. Anas menggelar pesta rakyat, tahun 1984, Pesta Tabut Piaman yang sudah lama hilang digelar lagi dan kini jadi maskot wisata yang digelar rutin tiap tahun .“Kalau nagari lah rami,urang kampuang bisa bajual bali. Rakyat dapek pitih, sanang hati ambo (kalau Pariaman sudah ramai, ekonomi maju, rakyat dapat uang, baru puas bathin saya),” ujar beliau (Anas Malik) kala itu.
Bersama surat kabar harian terkemuka di Sumatera Barat, beliau menelorkan Program KMM (Koran Masuk Desa), agar rakyat di pedesaan bisa melek arus informasi dan malah program itu satu-satunya yang di Pemerintahan daerah di Indonesia, dan menjadi pilot proyek percontohan buat daerah lain.
Langkah kedua Anas Malik adalah membangun jalan raya ke seluruh pelosok daerah. Sebagian diantaranya melalui kegiatan ABRI Masuk Desa (AMD). Karena sukses dan berhasil, Padang Pariaman pun jadi model AMD di seluruh Indonesia melalui seminar Angkatan Darat di Bukittinggi. AMD Padang Pariaman pun jadi objek studi banding bagi Kodam lain. K-3 (Kebersihan, Keindahan, Ketertiban) program andalan beliau, menjadi studi banding pemerintah kabupaten dan kota dari berbagai pelosok tanah air, karena kabupaten terbersih di Indonesia diera tersebut.
Lalu memberdayakan potensi dan partisipasi sosial melalui gerakan gotong-royong rutin dan serentak. Pemberdayaan pendidikan, ekonomi rakyat dan sebagainya yang diindikasikan dengan sejumlah penghargaan dari Pemerintah Pusat. Puncak keberhasilan Anas Malik memimpin Padang Pariaman adalah dengan diraihnya Parasamya Purnakarya Nugraha, suatu prestasi bergengsi kala itu. Anas Malik memang tak membangun pertokoan, kantor mewah, rumah dinas mewah atau proyek berbau mercu suar.
Di samping membangun ekonomi, Anas Malik membangun karakter dan sikap hidup masyarakat Padang Pariaman. Ia tak mau melihat orang duduk, apalagi main domino, di warung pagi hari. Dia tak mau melihat orang tak berpuasa di bulan Ramadan. Ia turun mengingatkan, menegur dan bahkan memarahi warga yang bermalas-malas atau tak peduli agama.
Anas Malik memang tentara. Beliau memang keras, tapi tidak kasar. Nada suaranya memang tinggi, tapi ia tak suka merendahkan martabat orang. Bisa dimengerti jika sopir dan ajudannya pun tak pernah gonta-ganti sampai akhir masa jabatannya. Satu hal yang perlu dicatat sepanjang kepemimpinan Anas Malik adalah, ia menjadi contoh, melaksanakan dan mengaktualisasikan ke masyarakatnya . Meski ia pernah menampar orang atau mengarak warga yang buang hajat di pantai sekeliling kota, tujuannya jelas mengubah perilaku dan membentuk karakter rakyat agar bersih, tertib dan bermartabat. Maka, meski keras dan tegas, tetapi dia pemimpin yang humanis, pernah pada saat turba (blusukan) dan ketemu dijalan seorang wanita pedagang sayur tua menjujung dagangannya yang membubung, sayur itu diborong Anas Malik, lalu dibagi-bagikan kepada warga di belakang rumah dinasnya, dana taktis hanya habis untuk membantu masyarakat. Jika ia melihat seorang yang sangat tua bekerja, selalu ia sambangi dan memberikan lembaran Rp 10.000, jumlah yang sangat besar kala itu, hampir semua dana taktis beliau dihabiskan untuk membantu masyarakat. Sepanjang masa jabatannya, ia tidak mengeruk keuntungan bagi diri, keluarga dan kerabatnya. Meski membangun pasar Anas Malik tak punya sepintu toko pun.
Meski membebaskan lahan, Anas Malik tak punya sejengkal tanah di Padang Pariaman. Anak-anaknya pun tak menjadi pengusaha yang berebut dana APBD Padang Pariaman, hanya boleh aktif di organisasi sosial yang berguna untuk masyarakat, seperti organisasi pemuda AMPI, dan anaknya yang tertua Iwan Anas Malik, pernah jadi ketua AMPI provinsi Sumatera Barat kala itu. Bisa dimengerti jika keluarga, sanak saudara serta kerabatnya kelak tidak jadi gunjingan warga sebagaimana terjadi pada kebanyakan kepala daerah sekarang.
Boleh jadi memang muncul kerinduan pada sosok Anas Malik di tengah perkembangan kepemimpinan kepala daerah sekarang. Rindu sosok pemimpin tanpa jargon, tetapi kerja nyata membaur dengan masyarakatnya untuk datang melayani berbagai aspiratifnya untuk menuju kehidupan yang layak. Kehadiran pemimpin di tengah-tengah rakyat akan membuat mereka membuka diri. Jika langkah ini sering dilakukan, rakyat akan merasa menjadi bagian dari problem yang dihadapi pemimpinnya. Dengan begitu, lambat laun rakyat akan sadar bahwa permasalahan yang dihadapi pemimpinnya bukan perkara mudah hingga tumbuh rasa empati terhadap pemimpinnya. Rasa saling empati antara pemimpin dan rakyat merupakan modal dasar untuk mengambil kebijakan-kebijakan politik yang populis, yang sesuai harapan rakyat tapi juga tidak merepotkan pemimpin.
Rakyat akan mengikuti kebijakan-kebijakan itu dengan hati (karena ada rasa empati), dan pemimpin pun bisa melaksanakannya dengan penuh semangat karena merasa mendapatkan dukungan rakyat.
Diakhir jabatan, beliau tetap ikhlas melayani rakyat. (Ossie Gumanti)
Beranda Seputar Sumbar Mengenang Kolonel Anas Malik, Bupati Padang Pariaman 1980 -1990, Pemimpin Yang Doyan...